Monday, January 18, 2016

BERPULANGNYA PENJAGA DUA KOTA SUCI


Oleh Ustadz Ali Musri Semjan Putra Lc, MA


Segala puji bagi Allah yang di tangan-Nya seluruh kekuasaan, bila Dia berkehendak tiada seorang pun dari makhluk yang bisa menolaknya. Sholawat dan salam kepada nabi kita Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam, yang telah menyuruh kita untuk bersabar tatkala ditimpa musibah, berkata Anas bin Malik Radhiallahu 'anhu, "tiada musibah yang lebih besar dari kematian Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian besar kecilnya suatu musibah yang menimpa umat diukur dengan besar kecilnya perjuangan yang dilakukan seseorang tersebut untuk agama dan umatnya." Disebutkan dalam sebuah peribahasa: "Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan jasa".

Pada hari senin tanggal 1 Agustus 2005 umat Islam telah kehilangan seorang yang menjadi kebanggaan mereka, yang telah berjasa dalam memperjuangkan agama dengan segala usaha dan upaya, satunya-satunya penguasa di dunia saat ini yang menjadikan Al-Quran dan Sunnah sebagai dasar dan pandangan hidup bernegaranya serta menjadikan tujuan kekuasaannya untuk tegaknya bendera tauhid di seluruh pelosok penjuru dunia. Semoga Allah menempatkan arwah beliau di tempat yang layak di sisi-Nya. Amiin...

Tulisan ini tidak bertujuan untuk meratapi kepergian sang Raja yang mulia, akan tetapi untuk mengingatkan orang-orang yang melupakan jasa-jasa beliau atau pura-pura lupa akan kebaikan beliau serta sebagai sugesti dan motivasi bagi para penguasa dan pemimpin yang ingin mencapai kesuksesan dalam kekuasaannya. Apa yang harus mereka jadikan pedoman dan landasan dalam membangun masyarakat yang madani dan beriman untuk mencapai sebuah kemakmuran dan kesentosaan serta keadilan? Jawabannya hanya satu yaitu menjadikan Al-Quran dan Sunnah sebagai landasan kehidupan bernegara dan bermasyarakat sebagaimana telah dibuktikan sendiri oleh sang Raja yang mulia dalam kekuasaannya. Di saat orang berbondong-bondong mengusung slogan-slogan yang datang dari barat, beliau dengan teguh mempertahankan kekuasaan beliau di atas Al-Quran dan Sunnah, sekalipun ancaman datang dari luar dan dalam. Semoga Allah menjaga kekuasaan yang beliau bangun dari berbagai ancaman dan bencana serta pengkhianatan. Berikut ini kita ingin menyimak sekilas tentang kehidupan dan perjuangan beliau.

BIOGRAFI PENJAGA DUA KOTA SUCI
Nama : Fahd bin Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Faishal bin Turky bin Abdullah bin Muhammad bin Saud, dari suku Bani Hanifah. Lahir di kota Riyadh tahun 1922M (1338H).

Pendidikan : Sejak kecil beliau menerima pendidikan langsung dari orang tua beliau, ikut dalam berbagai peristiwa penting yang dialami orang tua beliau dalam mempersatukan jazirah arab di bawah kekuasaannya, sehingga kepribadian orang tua beliau sangat menonjol dalam diri beliau mulai dari sifat pemurah, tawadhu dan pemberani serta ketangkasan dalam mengatur kekuasaan.

Di samping itu beliau juga menerima pendidikan dari jalur resmi, pendidikan dasar di Sekolah Kerajaan yang bertempat di Riyadh kemudian melanjutkan ke Ma'had Ilmy (Lembaga Ilmu Islam) di Makkah Al Mukarramah. Kemudian beliau memperdalam ilmu dengan banyak membaca buku-buku ulama salaf ataupun buku-buku yang berbicara tentang tokoh-tokoh pemimpin dunia di samping ikut menghadiri berbagai pertemuan penting yang dilakukan orang tua beliau, Raja Abdul Aziz, begitu pula dalam kepemimpinan kakak-kakak beliau. Banyak sekali jabatan penting yang pernah beliau pangku sebelum dinobatkan menjadi Raja, di antaranya:

1. Pada tahun (1373H) diangkat sebagai Menteri Pendidikan di masa kekuasaan kakak beliau Saud bin Abdul Aziz. Dalam masa ini beliau melakukan berbagai pembaharuan dalam bidang pendidikan.

2. Pada tahun (1382H) diangkat sebagai Menteri Dalam Negeri. Dalam masa ini beliau melakukan berbagai pembaharuan pula dalam bidang pemerintahan dan keamanan.

3. Ketika dinobatkannya kakak beliau Faisal sebagai Raja. Ia diangkat menjadi penasihat beliau.

4. Kemudian pada tahun (1387H) diangkat sebagai wakil perdana menteri di samping menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri.

5. Pada masa kekuasaan kakak beliau Raja Khalid tepatnya tahun (1395 H) beliau dinobatkan sebagai Putra Mahkota.

6. Kemudian pada tanggal 21 Sya'ban tahun (1402H) seluruh anggota keluarga kerajaan dan rakyat menobatkan beliau sebagai Raja. Selama beliau menjadi raja banyak sekali yang beliau lakukan bukan hanya untuk rakyat Saudi semata tetapi untuk kaum muslim di berbagai pelosok penjuru dunia.

Dalam tulisan yang singkat ini kita mencoba mengupas sekilas tentang perjuangan beliau untuk kaum muslimin dalam berbagai bidang di berbagai pelosok penjuru dunia terlebih khusus buat saudara-saudara beliau yang seiman di Nusantara. Adapun mengenai perjuangan beliau untuk rakyat beliau yang berada di bawah kekuasaan beliau langsung, tidak kita kupas karena itu sudah jelas sebagai kewajiban beliau dan suatu keharusan yang pasti beliau lakukan dengan penuh tanggung jawab, bila perhatian beliau terhadap saudara-saudara beliau yang di luar kekuasaan beliau sangat begitu besar apa lagi untuk rakyat beliau sendiri yang menjadi tanggung jawab beliau.

Kalau kita ambil saja sebagai contoh dalam bidang dakwah dan pendidikan tidak ada bandingnya dengan negara manapun. Pendidikan dan dakwah dari hal yang sekecil-sekecilnya sampai kepada hal yang sebesar-besarnya menjadi perhatian dan tanggung jawab pemerintah sepenuhnya. Contoh dalam bidang pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi gratis termasuk buku-buku panduan dibagikan secara gratis dan yang lebih istimewa lagi seluruh mahasiswa perguruan tinggi negeri diberi beasiswa paling sedikit 850 riyal setiap bulan. Untuk kegiatan dakwah yang formal seluruhnya ditanggung pemerintah mulai dari fasilitas dan dana. Sebagai contoh seluruh mesjid operasionalnya atas tanggungan pemerintah mulai dari gaji imam, muazin, kebutuhan listrik dan air. Begitu pula ulama dan para da'i sangat mendapat perhatian khusus dari penguasa dalam hal kesejahteraan mereka. Di antara nikmat yang amat besar bagi rakyatnya adalah bersihnya kehidupan mereka dari segala bentuk praktek kesyirikan, takhayul, khurafat dan bid'ah. Begitu pula badan-badan sosial yang berkecimpung dalam kegiatan dakwah dan kemasyarakatan selalu mendapat sumbangan dan suntikan dana dari pemerintah. Apa yang kita sebutkan belum secuil dari apa yang beliau lakukan untuk rakyat beliau.

Yang ingin kita bicarakan dalam tulisan singkat ini adalah sekilas tentang perjuangan dan usaha-usaha beliau dalam menegakkan agama yang benar serta keaktifan beliau dalam memperhatikan nasib saudara-saudara beliau yang seiman di berbagai pelosok belahan dunia terlebih khusus di negeri kita yang tercinta.

Kita ambil sebagai contoh dalam hal ini beberapa bidang terpenting saja:

BIDANG SOSIAL DAN DAKWAH
1. Mendirikan dan membantu pembangunan mesjid dan musholla serta bantuan fasilitas penunjang seperti karpet dan sajadah di berbagai negara dan kota internasional terutama di negara-negara yang minoritas muslim. Jumlah mesjid yang dibangun di berbagai belahan benua menurut salah satu sumber lebih dari 1500 mesjid. Setiap mesjid dilengkapi fasilitas penunjang seperti : tempat wudhu, ruang belajar, pustaka, ruang pertemuan, ruang perkantoran dan lain-lain.

Diantara mesjid tersebut adalah:
• Mesjid raya Raja Abdul Aziz di Tunisia
• Mesjid raya Raja Faishal di Tasyat
• Mesjid raya Bamako Mali
• Mesjid raya Raja Faishal di Ginia Konakre
• Mesjid raya Yawandy di Kamerun
• Mesjid raya kota Sukudy, Togo
• Mesjid raya Cina di Tibet
• Mesjid raya Raja Fahd di kota Yanovic Rusia
• Mesjid raya Ottawa di Kanada
• Mesjid raya Umar bin Khatab di Los Angeles

2. Mendirikan dan membantu pembangunan madrasah dan pesantren di berbagai negara yang terdapat di pelosok dunia.

3. Pengiriman da'i-da'i ke berbagai negara Islam terutama negara yang berpenduduk minoritas muslim. menurut data Kementrian Urusan Agama Arab Saudi jumlah Mereka mencapai 5000 orang.

4. Memberi tunjangan kepada da'i-da'i yang tersebar di berbagai negara-negara Islam yang sedang berkembang atau di bawah garis kemiskinan.

5. Mencetak kitab-kitab ulama kemudian membagikannya kepada para ulama dan da'i serta pencinta ilmu di dalam dan luar Arab Saudi. Sepeti kitab Majmu' Fatawa, Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah yang jumlahnya 37 jilid, kitab Al Mughny karangan Ibnu Qudamah yang jumlah 15 jilid dan banyak lagi yang lainnya.

6. Mendirikan Pusat Kajian Islam (Maktab Jaaliyyat) di berbagai kota dan pelosok Saudi untuk para pendatang dari berbagai negara yang bekerja di Arab Saudi. Terutama di kota-kota industri dan perdagangan seperti Jeddah, Riyadh, Madinah, Jizan, Hail, Yanbuk, Qasim dan lain-lain.

7. Memberi bantuan kepada negara-negara Islam yang sedang ditimpa bencana alam dan peperangan seperti yang baru-baru ini bencana gempa yang menimpa Turki, Iran dan bencana Tsunami di Aceh. Begitu pula bantuan bagi rakyat Afghanistan dan Irak pasca gempuran Amerika.

8. Pengiriman daging kurban pada setiap musim haji ke negara-negara Islam yang berada di bawah garis kemiskinan.

9. Pengiriman bantuan ifthor (buka puasa) di bulan Ramadhan ke berbagai negara Islam serta negara yang minoritas muslim. Begitu pula di sekitar dua mesjid kota suci disediakan pula perbukaan bagi para penziarah (umrah). Namun pada akhir-akhir ini pembagian makanan tersebut berlanjut sampai pada hari-hari biasa sekalipun, di sekitar mesjid Nabawy sering penulis saksikan antrian panjang para buruh bangunan menunggu bagian Mereka masing-masing. Semua operasionalnya dari dana pribadi sang Raja yang telah berpulang itu.

BIDANG PENDIDIKAN
1. Mendirikan sekolah-sekolah tinggi di berbagai negara Islam dan kota internasional terutama negara yang minoritas muslim, di antaranya:
• Kuliyyah Syari'ah dan Bahasa Arab di Emirat Arab
• Lembaga Pengetahuan Islam Dan Arab di Mauritania
• Lembaga Pengetahuan Islam Dan Arab di Jakarta
• Lembaga Islam Dan Arab di Jepang
• Lembaga Islam Dan Arab di Jibuti
• Lembaga Pengetahuan Islam Dan Arab di Washington
• Akademi Islam di Washington berdiri pada tahun 1984
• Akademi Raja Fahd di London berdiri pada tahun 1985
• Akademi Raja Fahd di Moskow
• Akademi Raja Fahd di Bonn Jerman berdiri pada tahun 1995
• Akademi Islam Behach
• Ma'had Islami di Senegal

2. Memberikan beasiswa bagi anak-anak muslim dari berbagai negara Islam dan negara yang minoritas muslim untuk belajar di berbagai perguruan tinggi di Arab Saudi. Jumlah Universitas Saudi yang menampung siswa asing sekitar enam Universitas. Kita ambil sebagai contoh Universitas Islam Madinah yang merupakan universitas yang jumlah mahasiswa asingnya paling dominan dibanding universitas-universitas lainnya. Persentasenya mencapai 65% dari 140 negara. Mahasiswa Indonesia menempati urutan kedua setelah Nigeria. Jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di berbagai Universitas Saudi lebih kurang sekitar 200 orang. Seluruh mahasiswa asing yang belajar di Saudi setiap libur musim panas diberi tiket gratis untuk pulang ke negara Mereka masing-masing. Silakan pembaca menghitung berapa besar biaya yang disumbangkan untuk mereka.

3. Pengiriman dosen-dosen untuk perguruan tinggi di berbagai negara Islam dan negara yang minoritas muslim. menurut data Kementrian Pendidikan jumlah mereka mencapai 2372 orang.

4. Mendirikan Pusat Kajian Islam (Islamic Centre) di berbagai negara dan kota besar dunia, terutama negara yang minoritas muslim. jumlahnya mencapai sekitar 210 buah, diantaranya:
• Islamic Centre Abuja di Nigeria
• Islamic Centre Raja Fadh di kepulauan Maldef
• Islamic Centre Tokyo Jepang
• Islamic Centre Seoul, Korea
• Islamic Centre Raja Syahi Bangladesh
• Islamic Centre Delft Belanda
• Islamic Centre Munich, Jerman
• Islamic Centre Evry Prancis
• Islamic Centre Jenewa Swiss
• Islamic Centre Madrid Spanyol
• Islamic Centre Roma Italia
• Islamic Centre Washington
• Islamic Centre New York
• Pusat Kebudayaan Islam Chicago
• Islamic Centre Los Angeles
• Islamic Centre Ottawa Kanada
• Islamic Centre Brasil
• Islamic Centre Victoria Australia
• Islamic Centre New Zaeland

5. Mengirim dosen-dosen universitas ke berbagai negara Islam dan negara yang minoritas muslim, untuk mengadakan daurah-daurah ilmiah (Kajian Islam Intensif). Menurut data yang di sebutkan oleh salah satu sumber untuk Universitas Islam Madinah saja telah melakukan Daurah ilmiah semenjak tahun 1419 H sampai tahun 1422 H di 29 negara. Di Indonesia diadakan sebanyak 16 kali. Belum terhitung dauroh yang dilakukan oleh universitas-universitas Saudi lainnya di berbagai negara.

BERPARTISIFASI AKTIF DALAM SEGALA PERSOALAN YANG MENIMPA KAUM MUSLIMIN DI SELURUH BELAHAN PELOSOK DUNIA.
1. Perhatian khusus untuk perjuangan rakyat Palestina, tidak terhitung pengorbanan yang beliau lakukan, baik yang bersifat moril maupun materil, tidak ada penguasa yang paling banyak berkorban untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina seperti yang beliau lakukan. Tidak salah kita katakan bahwa beliau menduduki peringkat pertama dalam hal ini di atas petinggi-petinggi arab lainnya.

2. Membantu perjuangan rakyat Afghanistan dalam melawan penjajahan komunis, dalam hal ini tidak hanya sebatas bantuan moril dan materil tetapi termasuk bantuan mujahidin, Raja yang bijaksana ini membuka kesempatan kepada anak muda negerinya untuk membantu saudara-saudaranya yang sedang berjuang melawan komunis, namun setelah komunis terkalahkan perjuangan berakhir dengan pertikaian antar kelompok yang berjuang yang akhirnya Raja yang bijak ini memanggil kepala setiap kelompok pejuang ke Makkah Al Mukarramah dan mengambil sumpah mereka dalam Ka'bah agar Mereka menghentikan pertikaian antara mereka.

3. Fasilitator perdamaian Irak-Kuwait, ketika Saddam mencaplok Kuwait, saat itu pula Raja yang bijak ini memperlihatkan kepiawaiannya dalam mengatasi kondisi yang mencekam waktu itu. Yang mana Saddam akan melanjutkan agresinya untuk merebut kekuasaan Al Saud. Di samping beliau sibuk menampung pengungsi dari Kuwait beliau dihadapkan pula pada persoalan yang lebih penting yaitu menghadapi agresi Saddam. Seketika itu beliau meminta fatwa ulama dalam hal meminta bantuan kepada non muslim dalam hal mempertahankan negeri dari kezholiman saudara yang seagama. Setelah melalui pertimbangan yang begitu matang baik dari segi syar'i maupun siyasah (politik) para ulama mengeluarkan fatwa tentang dibolehkannya meminta bantuan kepada non muslim dalam hal menghentikan kezholiman yang dilakukan oleh saudara yang seagama. Apalagi negara tetangga Saudi Arabia waktu itu tidak satu pun yang mendukung kekuasan Al-Saud, bahkan mereka memberi bantuan moril kepada presiden Irak yang nyata-nyata melakukan kezholiman saat itu.

Namun sekelompok kecil dari generasi muda menentang kebijakan yang dilakukan Sang Raja berdasarkan fatwa para ulama itu. Ketika itu persoalan bertambah rumit lagi. Saat itu para generasi muda menyebarkan berbagai fitnah terhadap penguasa dan ulama. Namun raja yang bijak ini menghadapinya dengan pandangan yang jernih tidak membuatnya untuk berbuat sesuatu yang di luar aturan agama. Setelah Saddam kembali meninggalkan Kuwait. Suara-suara sumbang masih terdengar dari sekelompok generasi muda, beliau dituduh meminta bantuan orang kafir untuk membunuh saudara-saudara seiman. Padahal yang terjadi adalah sebaliknya beliau meminta bantuan orang kafir untuk menghentikan pembunuhan sesama muslim serta untuk melindungi kekuasaan beliau, satu-satunya negara yang berdasarkan Al Quran dan Sunnah sebagai simbol Islam yang tegak di muka bumi ini.

Kenyataan yang amat mengejutkan adalah justru dibalik itu semua terdapat hikmah yang amat besar di antaranya adalah begitu banyaknya tentara Amerika yang masuk Islam. Pengakuan salah seorang komandan angkatan perang Arab Saudi bahwa mereka lebih sibuk menghadapi orang-orang Amerika yang ingin masuk Islam dari pada menghadapi kemungkinan serangan Saddam. Kalau saja Saddam berhasil menguasai Arab Saudi pada saat itu tentu akan lenyap satu-satunya kekuasaan yang berlandaskan Islam di muka bumi ini.

4. Membantu perjuangan rakyat Bosnia dari kekejaman Serbia. Saat dunia diguncang oleh pekikkan wanita dan bayi-bayi Bosnia yang disembelih oleh Serbia dengan spontan raja yang mulia ini bersama rakyatnya mengumpulkan dan mengirimkan segala bentuk bantuan, baik berupa uang tunai, bantuan pangan dan pakaian serta tenaga medis dan obat-obatan. Sebagaimana yang dilakukan oleh negara-negara Islam lainnya. Tetapi apa yang diberikan oleh sang Raja beserta rakyatnya tiada bandingannya dalam kualitas dan kuantitas.

5. Membantu pengungsi muslim Kasmir yang diusir pasukan India. Mulai dari bantuan pangan, pakaian serta obat-obatan dan lain-lain.

PELAYANAN KENYAMANAN BAGI PENGUNJUNG DUA KOTA SUCI.
1. Perluasan mesjid dua kota suci serta mesjid-mesjid lain yang dikunjungi kaum muslimin saat musim haji dan umrah seperti mesjid Quba, mesjid Qiblatain, mesjid Miqat Bir Ali, mesjid Namirah, mesjid Masy'aril Haram, mesjid Khaif. disamping bangunan yang begitu megah segala fasilitas pun tersedia. Saat kita berada di dua kota suci ini betapa kenyamanan amat kita rasakan sekali bahkan hal yang sekecil-kecilnya menjadi perhatian pemerintah. Khusus untuk Masjid Nabawi, air zam-zam diangkut dengan armada dari kota Makkah, tidak hanya untuk keperluan mesjid semata tapi masyarakat umum kota Madinah pun bisa mengambilnya untuk minuman mereka sehari-hari.

2. Pelayanan kenyamanan dalam berbagai tempat yang ditempuh dalam rute pelaksanaan haji atau tempat ziarah seperti pembangunan jalan, penerangan jalan, pemancar air di Arafah ketika musim panas, tersedianya WC dan tempat berwudhu sepanjang perjalanan dari Arafah sampai ke Mina. Pembangunan tenda-tenda haji yang anti api di Mina dan lain-lain.

3. Khusus pada musim haji segala kekuatan dan kemampuan dikerahkan untuk melayani tamu-tamu Allah mulai dari tim keamanan, kesehatan dan panduan haji. Di samping itu tersedia pula tim khusus untuk mengantarkan jamaah yang tersesat, pulang ke tempat pemondokan mereka. Ditambah lagi pembagian buku-buku agama secara cuma-cuma kepada seluruh tamu-tamu Allah yang diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Tidak hanya sampai di situ, pembagian makanan pun dilakukan bagi tamu-tamu Allah langsung dibagikan ke pemondokan jamaah. Begitu pula di sepanjang rute perjalanan haji mulai dari pagi hari tangal 9 Dzulhijjah sampai tanggal 10 Dzulhijjah berjejer troli-troli membagikan berbagai bentuk minuman dan makanan sebagai sumbangan dari uang pribadi beliau sendiri.

PENDIRIAN PERCETAKAN AL-QUR'AN DI KOTA MADINAH.
Pada tahun 1405 H selesai pembangunan kompleks percetakan Al Qur'an di kota Madinah yang dilengkapi dengan segala fasilitas yang mutakhir. Seluruh biaya mulai dari pembangunannya sampai segala bentuk operasional sehari-hari atas dana beliau pribadi. Pada tahun 1420 H jumlah eksemplar Al Qur'an yang dicetak sekitar 153 juta eksemplar dan telah dibagikan secara cuma-cuma kepada kaum muslimin di berbagai pelosok dunia sekitar 121 juta eksemplar. Kemudian Terjemahan Al Qur'an dalam berbagai bahasa dan dialek, pada tahun 1420 H telah diterjemahkan dalam 30 bahasa dan dialek. Jumlah Al Qur'an Terjemahan yang telah dibagikan kepada kaum muslimin di berbagai negara secara cuma-cuma sekitar 16 juta eksemplar. Percetakan Al Qur'an tidak hanya bergerak dalam bidang mencetak Al Qur'an dan terjemahannya semata tetapi juga bergerak dalam bidang mencetak kitab-kitab ulama dan bidang terjemahan buku-buku agama yang selanjutnya dibagikan kepada pencinta ilmu baik yang berada dalam Arab Saudi maupun di luar Arab Saudi.

CUPLIKAN PIDATO RAJA YANG MULIA
Melalui cuplikan pidato Raja, kita akan melihat secara dekat dan nyata bagaimana kepribadiannya yang sesungguhnya tentang kepahaman beliau tentang agama dan aqidah yang benar. Mari kita simak ketika beliau mengukuhkan undang-undang majelis syura tanggal 27/8/1412 H beliau menyatakan bahwa kerajaan yang beliau pimpin tegak di atas jalan yang jelas yaitu Islam, sebagaimana ungkapan beliau: "Sesungguhnya negara ini berdiri di atas jalan yang jelas dalam politik, hukum dan dakwah serta ikatan persatuan yaitu Islam baik aqidah maupun syari'ah".

Ungkapan beliau lagi pada pembukaan tahun kerja kedua majelis syura tanggal 5/3/1419 H: "Sesungguhnya negara anda yang telah berdiri lebih dari 250 tahun dan bersatu lebih dari 70 tahun telah menjadikan kitabullah (Al Qur'an) dan Sunnah Rasulullah sebagai undang-undang dasar dan garis besar haluan negara, hal ini mewarnai pergaulan dan hubungan kita dengan negara-negara lain. Dan kita akan tetap (dengan izin Allah) berpegang teguh dengan aqidah Islam. Karena kita tahu bahwa dengan demikian kita akan tetap dalam kemuliaan dan kejayaan serta selalu mendapat pertolongan Allah, Maha Benar Allah ketika berfirman: "Sesungguhnya Allah akan menolong orang-orang yang selalu menolong-Nya".

Beliau ungkapkan pula dihadapan para utusan yang memberikan ucapan selamat atas pembebasan Kuwait tanggal 19/8/1411 H: "Semua kita tahu bagaimana umat Islam terjajah pada masa lampau baik di semenanjung Arab atau Afrika, ataupun Asia dan tempat-tempat lainnya, sebabnya adalah karena kecintaan pada kehidupan dan kesenangan duniawi telah mengalahkan diri kita dari berpegang kepada aqidah". Beliau tambahkan: "Aku berjanji pada Allah untuk menjadikan Aqidah Islam sebagai asas dan fondasi serta tempat bertolak, dan apa yang bertentangan dengannya tidak akan kita perhatikan dan tidak pula akan kita ikuti". Pada kesempatan yang sama beliau nyatakan dihadapan para tamu dan masyarakat beliau: "Kita saksikan di berbagai pelosok dunia dan di setiap tempat telah berdiri mesjid dan perpustakaan Islam serta tersebarnya dakwah Islam. Fenomena ini menurut keyakinan saya sebagai bukti bahwa dunia telah mencoba segala bentuk pemikiran dan undang-undang untuk mengatur kehidupan manusia baik secara umum maupun khusus. Dari sini orang-orang mengetahui bahwa aqidah Islam adalah sebaik-baik jalan. Karena di dalamnya terkumpul segala bentuk fasilitas kebaikan dunia dan akhirat. Barang siapa yang menginginkan kebaikan di dunia dan di akhirat kelak maka berpegang teguhlah dengan kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya". Demikianlah sekelumit cuplikan kalimat-kalimat beliau yang penuh makna.

KESAN DAN PESAN DARI PENULIS.
Selama penulis menumpang hidup di salah satu sudut kekuasaan Sang Raja Yang Bijak ini, tepatnya di kota Madinah Al Munawwarah banyak sekali kesan indah dan kenangan manis yang penulis rasakan sendiri maupun yang penulis saksikan. Betapa tidak, karena barokah yang selalu diberikan Allah bagi umat yang berpegang teguh dengan agamanya. Sudah lebih dari sepuluh tahun lamanya penulis menikmati kemakmuran di negeri orang. Mulai dari semenjak program S-1 sampai sekarang pada tingkat penyelesaian S-3 di Universitas Islam Madinah. Mulai dari awal dari keberangkatan diberi tiket gratis sampai kedatangan semuanya telah tersedia di kamar yang akan ditempati oleh mahasiswa baru mulai dari kasur yang berseprai lengkap dengan selimut ditambah lagi meja belajar dengan ruangan yang ber-AC. Setiap bulan kami menerima bea siswa sebanyak 850 rial. Setiap hari kami diantar jemput untuk ke masjid Nabawi oleh bus kampus. Setiap sekali setahun diberi uang pustaka yaitu berupa dana untuk membeli buku-buku kuliah sebanyak 800 rial. Kemudian setiap libur tahunan musim panas kami diberi tiket untuk berlibur ke negara masing-masing.

Jumlah Mahasiswa asing di Universitas Madinah sekitar 4000 orang ditambah Mahasiswa Saudi sekitar 2500 orang. Ini baru untuk satu universitas belum terhitung yang terdapat di universitas-universitas lain serta cabang-cabangnya baik di dalam Saudi maupun di luar negeri. Menurut hemat penulis di negara manapun tidak akan kita dapatkan perhatian seperti ini, apa lagi di negara kita sendiri.

Dalam kehidupan sehari-hari tidak kita temukan praktek kesyirikan dan bid'ah maupun maksiat secara terang-terangan. Karena bila diketahui akan menerima hukuman yang sepantasnya. Bila berobat, ke rumah sakit gratis. Di sana-sini sering kita mendapatkan bantuan buku-buku. Khusus di bulan Ramadhan suasana lebih istimewa lagi, kita akan ditarik-tarik para penyaji buka puasa di masjid Nabawi supaya menyantap perbukaan mereka, anak-anak kecil merayu kita untuk mendatangi hidangan perbukaan mereka. Tepat di sebelah kiri mesjid Nabawi arah timur kota Madinah di sana terbentang hidangan perbukaan atas dana pribadi sang raja yang telah berpulang.

Kalau kita jalan-jalan ke pasar kita akan lumrah melihat terong sebesar kepala anak kecil, anggur yang sebesar ibu jari, cabe yang panjangnya 20 cm. Begitu pula ikan yang sebesar anak berumur 5 tahun, harga untuk satu ikat ikan atau satu ekornya kadangkala mencapai 500 rial atau lebih, bila dirupiahkan sekitar satu juta lebih. Sering penulis bertanya pada diri sendiri kenapa negeriku yang subur tidak pernah bertemu hal seperti ini…!?. Ini adalah bukti nyata dari firman Allah:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

"Jikalau penduduk suatu negeri mau beriman dan bertaqwa, Sungguh Kami akan bukakan pintu rezki bagi Mereka dari langit dan bumi". [al-A'raaf/7 : 96]

Saat maraknya isu teroris Sang Raja tidak gegabah dalam mengambil kebijaksanaan. Tidak pernah ada pelarangan terhadap para da'i dan ulama dalam berdakwah bahkan sebaliknya justru mesjid-mesjid diramaikan dengan kajian-kajian tentang aqidah, seminar-seminar digalakkan di kampus-kampus Universitas. Karena Sang Raja memiliki ilmu agama yang cukup dalam mengkaji masalah tersebut. Bahkan beliau telah mengantisipasi akan hal tersebut, dengan mencabut kewarganegaraan Usamah bin Laden sekalipun Amerika mengkritik keras kebijakan Sang Raja pada saat itu. Dan pada akhirnya Amerika menuai benih yang Mereka tabur sendiri, terlepas dari benar atau tidaknya tentang opini yang diciptakan Amerika tentang Bin Laden. Lain halnya di berbagai belahan dunia para da'i dan pemuda muslim sering menjadi korban penculikan tanpa perlu ada bukti yang otentik.

Kesan yang tatkala pentingnya adalah terbuktinya kebohongan dan propaganda yang dibikin oleh musuh Islam dan kelompok-kelompok yang berseberangan dengan paham Ahlussunnah wal Jam'ah seperti tuduhan orang yang suka dusta dan memfitnah bahwa teroris diciptakan oleh negara Saudi sendiri. Begitu pula tuduhan tentang bahwa Saudi berpaham Wahhaby. Sudah sepersepuluh abad lebih penulis berada di Arab Saudi tidak pernah menemukan indikasi ke arah seperti yang dituduhkan tersebut. Bahkan seluruh buku-buku aqidah tidak pernah luput dari membongkar kesesatan teroris (Khawarij dan Mu'tazilah). Begitu pula tuduhan tentang faham Wahhaby bahwa mereka tidak menghormati para wali Allah atau dianggap membuat mazhab yang kelima. Pada kenyataannya semua buku-buku yang dipelajari dalam seluruh jenjang pendidikan adalah buku-buku para wali Allah dari berbagai mazhab.

Penulis sebutkan di sini buku-buku yang menjadi panduan di Universitas Islam Madinah.

Untuk Mata Kuliah Aqidah
1. kitab Syarah Aqidah Thawiyah karangan Ibnu Abdil 'Iz Al Hanafi,
2. Fathul Majiid karangan Abdurahman bin Hasan Alu Syeikh.
3. Ditambah sebagai penunjang Al Ibaanah karangan Imam Abu Hasan Al Asy'ari,
4. Al Hujjah karangan Al Ashfahany Asy Syafi'i,
5. Asy Syari'ah karangan Al Ajurry,
6. Kitab At Tauhid karangan Ibnu Khuzaimah,
7. Kitab At Tauhid karangan Ibnu Mandah dan lain-lain.

Untuk Mata Kuliah Tafsir
1. Tafsir Ibnu Katsir Asy Syafi'i,
2. Tafsir Asy Syaukany,
3. Ditambah sebagai penunjang Tafsir At Thobary,
4. Tafsir Al Qurthuby Al Maliky,
5. Tafsir Al Baghawy As Syafi'i dan lain-lain.

Untuk Mata Kuliah Hadits
1. Kutub As Sittah beserta Syarahnya
2. Fathul Baari karangan Ibnu Hajar Asy Syafi'i,
3. Syarah Shahih Muslim karangan Imam An Nawawy Asy Syafi"i, dan lain-lain

Untuk Mata Kuliah Fikih
1. Bidayatul Mujtahid karangan Ibnu Rusy Al Maliky,
2. Subulussalam karangan Ash Shan'any,
3. Ditambah sebagai penunjang: Al Majmu' karangan Imam An Nawawy Asy Syafi"i,
4. kitab Al Mughny karangan Ibnu Qudamah Al Hambaly dan lain-lain.

Kalau ingin untuk melihat lebih dekat lagi tentang kitab-kitab yang menjadi panduan mahasiswa di Arab Saudi silakan berkunjung ke perpustakaan Universitas Islam Madinah atau perpustakaan masjid Nabawi, di sana akan terbukti segala kebohongan dan propaganda yang dibikin oleh musuh Islam dan kelompok-kelompok yang berseberangan dengan paham Ahlussunnah wal Jama'ah seperti tuduhan teroris dan wahhaby.

Melalui tulisan singkat ini penulis ingin berpesan kepada saudara-saudaraku yang seiman baik sebagai penguasa maupun sebagai rakyat biasa, marilah kita bina kehidupan kita sehari-hari mulai dari urusan pribadi sampai kepada urusan negara sesuai dengan ajaran agama kita, sejauh mana kita melalaikan ajaran agama kita sejauh itu pula impian kebahagiaan akan jauh dari kita.

Selanjutnya sebagai tanda syukur kita kepada Allah, kita berkewajiban untuk mendo'akan Sang Raja yang telah berpulang. Sebagaimana diperintahkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.

مَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوْهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُوْنَهُ فَادْعُوْا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوْهُ

"Barangsiapa yang melakukan suatau kebaikan padamu, hendaklah kamu membalasnya, jika kamu tidak memiliki sesuatu untuk membalasnya maka do'akanlah orang tersebut, sampai kamu merasa sudah terbalas". [HR. Abu Daud no: 1672].

Dalam sabda yang lain beliau katakan:

مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ

"Barangsiapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah". [HR.Tirmidzy no: 1954].

Wallahu a'lam, Shalawat dan salam untuk Nabi kita Muhammad Shallallahu' alaihi wa sallam, penutup segala nabi, serta untuk para sahabat dan keluarganya.

Kota Madinah 6 Agustus 2005

[Judul asli tulisan, Berpulangnya Penjaga Dua Kota Suci Yang Dipertuan Agung Raja Fahd bin Abdul Aziz Al Saud, Penulis DR. Ali Musri Semjan Putra Lc, MA. Ketua Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi’i (STDIIS) Jember, Jl. MH. Thamrin, Gang Kepodang no. 5, Jember – Jawa Timur]

WAHHABI ANTARA DOGMA DAN FAKTA



Oleh Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A Hafidzahullah


Kita ucapkan puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita, sehingga kita dapat menambah wawasan keagamaan kita sebagai salah satu bentuk aktivitas ‘ubudiyah (peribadahan) kita kepada-Nya. Shalawat beserta salam buat nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam –yang telah memperjuangkan agama yang kita cintai ini demi tegaknya kalimat tauhid di permukaan bumi.

Dalam kesempatan ini kami ingin menjelaskan tentang “Sosok dan Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab”.

Sengaja kami mengupas dan mengulas topik ini sebagai tanggapan terhadap anggapan sebagian orang (akan, -adm) adanya kaitan antara Wahabi dan Teroris. Kami menulis ini semata-mata ingin meluruskan sebuah kekeliruan dalam masalah tersebut. Dan sebagai nasihat bagi seluruh kaum muslimin di negeri ini, agar tidak terprovokasi dengan anggapan tersebut. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kami dalam mengulas topik tersebut.

Pertanyaan yang amat singkat di atas membutuhkan jawaban yang cukup panjang. Jawaban tersebut akan tersimpul dalam beberapa poin berikut ini:
• Keadaan yang melatarbelakangi munculnya tuduhan Wahabi
• Kepada siapa tuduhan Wahabi tersebut diarahkan?
• Pokok-pokok landasan dakwah yang dicap Wahabi
• Bukti kebodohan tuduhan Wahabi terhadap dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah
• Ringkasan dan penutup

KEADAAN YANG MELATARBELAKANGI MUNCULNYA TUDUHAN WAHABI
Dengan melihat gambaran sekilas tentang keadaan Jazirah Arab serta negeri sekitarnya, kita akan tahu sebab munculnya tuduhan tersebut sekaligus kita akan mengerti apa yang melatarbelakanginya. Yang ingin kita tinjau di sini adalah dari aspek politik dan keagamaan secara umum dan aspek awidah secara khusus.

Dari aspek politik, Jazirah Arab berada di bawah kekuasaan yang terpecah-pecah. Terlebih khusus di daerah Nejed, perebutan kekuasaan selalu terjadi di sepanjang waktu sehingga hal tersebut sangat berdampak negatif untuk kemajuan ekonomi dan pendidikan agama.

Para penguasa hidup dengan memungut upeti dari rakyat jelata. Jadi, mereka sangat marah bila ada kekuatan atau dakwah yang akan dapat menggoyang kekuasaan mereka. Begitu pula dari kalangan para tokoh adat dan agama yang biasa memungut iuran dari pengikut mereka akan kehilangan objek jika pengikut mereka mengerti tentang aqidah dan agama yang benar. Dari sini mereka sangatberhati-hati bila ada seseorang yang mencoba memberi pengertian kepada umat tentang aqidah atau agama yang benar.

Dari segi aspek agama, pada abad 12 H (17 M) keadaan keberagamaan umat Islam sudah sangat jauh menyimpang dari kemurnian Islam, terutama dalam aspek aqidah. Banyak sekali praktek-praktek syirik atau bid’ah. Bukannya para ulama yang ada tidak mengingkari hal tersebut, melainkan usaha mereka hanya sebatas lingkungan mereka saja dan tidak berpengaruh secara luas atau hilang ditelan arus gelombang yang begitu kuat dari pihak yang menentang karena jumlah mereka yang begitu banyak. Di samping itu, ada pengaruh kuat dari tokoh-tokoh masyarakat yang mendukung praktek-praktek syieik dan bid’ah tersebut demi kelanggengan pengaruh mereka atau karena mencari kepentingan duniawi di belakang itu. Sebagaimana keadaan seperti ini masih kita saksikan di tengah-tengah sebagian umat Islam. Barangkali negara kita masih dalam proses ini, di mana aliran-aliran sesat dijadikan sebagai batu loncatan untuk mencapai pengaruh politik.

Pada saat itu, di Nejed sebagai tempat kelahiran sang pengibar bendera tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, sangat menonjol dalam hal tersebut. Disebutkan oleh penulis sejarah dan penulis biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, bahwa di masa itu pengaruh keagamaan melemah di dalam tubuh kaum muslimin sehingga tersebarlah berbagai bentuk maksiat, khurafat, syirik, bid’ah, dan sebagainya. Karena ilmu agama mulai minim di kalangan kebanyakan kaum muslimin, praktek-praktek syririk terjadi di sana-sini, seperti meminta ke kuburan wali-wali, atau meminta ke batu-batu dan pepohonan dengan memberikan sajen, atau mempercayai dukun, tukang tenung, dan peramal. Salah satu daerah di negeri Nejed, namanya kampung Jubailiyah, di situ terdapat kuburan sahabat Zaid bin Khaththab (saudara Umar bin Khaththab) yang syahid dalam peperangan melawan Musailamah al-Kadzdzab. Manusia berbondong-bondong pergi ke sana untuk meminta berkah, untuk meminta berbagai hajat. Begitu pula di kampung ‘Uyainah terdapat pula sebuah pohon yang diagungkan. Para manusia juga mencari berkah ke situ, termasuk kaum wanita yang belum juga mendapatkan pasangan hidup meminta ke sana.

Adapun daerah Hijaz (Makkah dan Madinah), sekalipun tersebarnya ilmu dikarenakan keberadaan dua kota suci yang selalu dikunjungi oleh para ulama dan penuntut ilmu, di sini tersebar kebiasaan suka bersumpah dengan selain Allah ‘Azza wa Jalla, menembok dan membangun kubah-kubah di atas kuburan serta berdo’a di sana untuk mendapatkan kebaikan atau untuk menolak mara bahaya dan sebagainya.[1]

Begitu pula halnya dengan negeri-negeri sekitar Hijaz, apalagi negeri yang jauh dari dua kota suci tersebut. Ditambah lagi kurangnya ulama, tentu akan lebih memprihatinkan lagi dari apa yang terjadi di Jazirah Arab.

Hal ini disebut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya Qawa’id Arba’, “Sesungguhnya kesyirikan pada zaman kita sekarang melebihi kesyirikan umat yang lalu. Kesyirikan umat yang lalu hanya pada waktu senang saja, tetapi mereka ikhlas pada saat menghadapi bahaya. Sementara itu, kesyirikan pada zaman kita senantiasa ada pada setiap waktu, baik di saat aman apalagi saat mendapat bahaya. Dalilnya firman Allah:

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

Maka apabila mereka naik kapal mereka mendo’a kepada Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya . maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke daratan, seketika mereka (kembali) berbuat syirik. [al-‘Ankabut /29 : 65]

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala terangkan bahwa ketika mereka berada dalam ancaman bencana yaitu tenggelam di lautan. Mereka berdo’a hanya semata kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan melupakan berhala atau sembahan mereka, baik dari orang shalih, batu, dan pepohonan. Namun, saat mereka telah selamat sampai di daratan mereka kembali berbuat syirik. Akan tetapi, pada zaman sekarang orang melakukan syirik dalam setiap saat.”

Dalam keadaan seperti di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka sebab untuk kembalinya kaum muslimin kepada agama yang benar, bersih dari kesyirikan dan bid’ah. Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

إِنَّ الله يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلَّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لهَاَ دِيْنَهَا

“Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun orang yang memperbaharui untuk umat ini agamanya.”[2]

Pada abad 12 H (17 M) lahirlah seorang pembaharu di negeri Nejed, yaitu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dari kabilah Bani Tamim yang pernah mendapat pijian dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits beliau:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : مَا زِلْتُ أُحِبُّ بَنِي تَمِيْمٍ مُنْذُ ثَلاَثٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ فِيْهِمْ سَمِعْتُهُ يَقُوْلُ (هُمْ أَشَدُّ أُمَتِي عَلَى الدَّجَّالِ). قَالَ وَجَاءَتْ صَدَقَاتُهُمْ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (هَذِهِ صَدَقَاتُ قَوْمِنَا). وَكَانَتْ سَبِيَّةٌ مِنْهُمْ عِنْدَ عَائِشَةَ فَقَالَ (أَعْتِقِيْهَا فَإِنَهَا مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيْلَ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku senantiasa mencintai suku Bani Tamim semenjak aku mendengar tiga hal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara tentang mereka, ‘Mereka (Bani Tamim) adalah umatku yang paling keras terhadap Dajjal.’ Dan tatkala harta zakat mereka datang, beliau berkata, ‘Ini adalah zakat kaum kami.’ Dan salah seorang wanita dari mereka menjadi tawanan di sisi Aisyah, beliau berkata, ‘Bebaskanlah ia, sesungguhnya ia adalah anak dari keturunan Isma’il.’ “[3]

Tepatnya tahun 1115 H di ‘Uyainah di salah satu perkampungan daerah Riyadh. Beliau lahir dalam lingkungan keluarga ulama. Kakek dan bapak beliau merupakan ulama yang terkemuka di negeri Nejed. Belum berumur sepuluh tahun beliau telah hafal al-Qur’an. Ia memulai petualangan ilmunya ayah kendungnya dan pamannya. Dengan modal kecerdasan dan ditopang oleh semangat yang tinggi, beliau berpetualang ke berbagai daerah tetangga untuk menuntut ilmu seperti daerah Bashrah dan Hijaz, sebagaimana lazimnya kebiasaan para ulama dahulu yang membekali diri mereka dengan ilmu yang matang sebelum turun ke medan dakwah.

Hal ini juga disebut oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya Ushul Tsalatsah, “Ketahuilah semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya wajib atas kita untuk mengenal empat masalah: Pertama, ‘Ilmu’ yaitu mengenal Allah ‘Azza wa Jalla, mengenal nabi-Nya, mengenal agama Islam dengan dalil-dalil. (Kemudian beliau sebutkan dalil tentang pentingnya ilmu sebelum beramal dan berdakwah. Beliau sebutkan ungkapan Imam Bukhari: ‘Bab berilmu sebelum berbicara dan beramal’.) Dalilnya firman Allah ‘Azza wa Jalla:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan minta ampunlah atas dosamu. [Muhammad/47: 19]

Maka dalam ayat ini Allah Jalla Jalaluhu memulai dengan perintah ilmu sebelum berbicara dan beramal.”

Setelah beliau kembali dari petualangan ilmu, beliau mulai berdakwah di kampung Huraimilak di mana ayah kandung beliau menjadi qadhi (hakim). Di samping berdakwah, beliau tetap menimba ilmu dari ayah beliau sendiri. Setelah ayah beliau meninggal pada tahun 1153 H, beliau semakin gencar mendakwahkan tauhid. Ternyata kondisi dan situasi di Huraimilak kurang menguntungkan untuk berdakwah di sana.

Selanjutnya beliau berpindah ke ‘Uyainah. Ternyata penguasa ‘Uyainah saat itu memberikan dukungan dan bantuan untuk dakwah yang beliau bawa. Namun, akhirnya penguasa ‘Uyainah mendapat tekanan dari berbagai pihak.

Akhirnya beliau berpindah lagi dari ‘Uyainah ke Dir’iyah. Ternyata masyarakat Dir’iyah telah banyak mendengar tentang dakwah beliau melalui murid-murid beliau. Termasuk sebagian di antara murid beliau adalah keluarga penguasa Dir’iyah. Akhirnya timbul inisiatif dari sebagian murid-murid beliau untuk memberi tahu pemimpin Dir’iyah tentang kedatangan beliau. Dengan rendah hati Muhammad bin Saud sebagai pemimpin Dir’iyah waktu itu mendatangi tempat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menumpang. Maka terjalinlah di situ perjanjian yang penuh berkah di antara keduanya. Keduanya saling berjanji akan bekerja sama dalam menegakkan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mendengar adanya perjanjian tersebut, mulailah musuh-musuh aqidah (musuh tauhid) kebakaran jenggot. Mereka berusaha dengan berbagai dalih untuk menjatuhkan kekuasaan Muhammad bin Saud dan menyiksa orang-orang yang pro terhadap dakwah tauhid.

KEPADA SIAPA DITUDUHKAN GELAR WAHABI TERSEBUT?
Karena hari demi hari dakwah tauhid semakin tersebar, mereka –para musuh dakwah- tidak lagi mampu untuk melawan dengan kekuatan, maka mereka berpindah arah dengan memfitnah dan menyebarkan isu-isu bohong supaya mendapat dukungan dari pihak lain untuk menghambat laju dakwah tauhid tersebut. Di antara firnah yang tersebar adalah sebutan Wahabi untuk orang yang mengajak kepada tauhid. Sebagaimana lazimnya setiap penyeru kepada kebenaran pasti akan menghadapi berbagai tantangan dan onak duri dalam menapaki perjalanan dakwah.

Sebagaimana telah dijelaskan pula oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitab beliau Kasyfu Syubuhat, “Ketahuilah olehmu, bahwa sesungguhnya di antara hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak diutus seorang nabi pun dengan tauhid ini, melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan baginya musuh-musuh. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا

Demikianlah Kami jadikan bagi setiap nabi itu musuh (yaitu) setan dari jenis manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada bagian yang lain perkataan indah sebagai tipuan. [al-An'am/6 : 112]

Bila kita membaca sejarah para nabi, tidak seorang pun di antara mereka yang tidak menghadapi tantangan dari kaumnya. Bahkan di antara mereka ada yang dibunuh. Termasuk Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diusir dari tanah kelahirannya. Beliau dituduh sebagai orang gila, sebagai tukang sihir, dan penyair. Begitu pula para ulama yang mengajak kepada ajarannya dalam sepanjang masa. Ada yang dibunuh, dipenjara, disiksa, dan sebagainya. Atau dituduh dengan tuduhan yang bukan-bukan untuk memojokkan mereka di hadapan manusia. Supaya orang lari dari kebenaran yang mereka serukan.”

Hal ini pula yang dihadapi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Sebagaimana yang beliau ungkapkan dalam lanjutan surat beliau kepada penduduk Qashim, “Kemudian tidak tersembunyi lagi atas kalian. Saya mendengar bahwa surat Sulaiman bin Suhaim (seorang penentang dakwah tauhid) telah sampai kepada kalian. Lalu sebagian di antara kalian ada yang percaya terhadap tuduhan-tuduhan bohong yang ia tulis. Yang mana saya sendiri tidak pernah mengucapkannya. Bahkan tidak pernah terlintas dalam ingatanku. Seperti tuduhannya:

• Bahwa saya mengingkari kitab-kitab madzhab yang empat.
• Bahwa saya mengatakan bahwa manusia semenjak enam ratus tahun lalu sudah tidak lagi memiliki ilmu.
• Bahwa saya mengaku sebagai mujtahid.
• Bahwa saya mengatakan bahwa perbedaan pendapat antara ulama adalah bencana.
• Bahwa saya mengkafirkan orang yang bertawassul dengan orang-orang shalih.
• Bahwa saya pernah berkata, ‘Jika saya mampu, saya akan runtuhkan kubah yang ada di atas kuburan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
• Bahwa saya pernah berkata, ‘Jika saya mampu, saya akan ganti pancuran Ka’bah dengan pancuran kayu.’
• Bahwa saya mengharamkan ziarah kubur.
• Bahwa saya mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selain Allah ‘Azza wa Jalla.

Jawaban saya untuk tuduhan-tuduhan ini adalah: ‘Sesungguhnya ini semua adalah suatu kebohongan yang nyata.’ “ Lalu beliau tutup dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum dengan kebodohan. [al-Hujurat/49: 6][4]

POKOK-POKOK LANDASAN DAKWAH YANG DICAP SEBAGAI WAHABI
Pokok landasan dakwah yang utama sekali beliau tegakkan adalah pemurnian ajaran tauhid dari berbagai campuran syirik dan bid’ah, terutama dalam mengkultuskan para wali dan kuburan mereka. Hal ini akan tampak jelas bagi orang yang membaca kitab-kitab beliau, begitu pula surat-surat beliau[5]:

Dalam sebuah surat beliau kepada penduduk Qashim. Beliau paparkan aqidah beliau dengan jelas dan gamblang. Ringkasannya sebagai berikut, “Saya bersaksi kepada Allah dan kepada para malaikat yang hadir di sampingku serta kepada Anda semua:

• Saya bersaksi bahwa saya berkeyakinan sesuai dengan keyakinan golongan yang selamat yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dari beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, kepada hari berbangkit setelah mati, kepada taqdir baik dan buruk.

• Termasuk dalam beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah beriman dengan sifat-sifat-Nya yang terdapat dalam kitab-Nya dan sunnah rasul-Nya tanpa tahrif (merubah pengertiannya) dan tidak pula ta’til (mengingkarinya). Saya berkeyakinan bahwa tiada satu pun yang menyerupai-Nya. Dan Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Komentar: Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang menyerupakan Allah ‘Azza wa Jalla dengan makhluk (Musyabbihah atau Mujassimah).

• Saya berkeyakinan bahwa al-Qur’an itu adalah Kalamullah yang diturunkan. Ia bukan makhluk. (ia) datang dari Allah ‘Azza wa Jalla dan akan kembali kepada-Nya.

• Saya beriman bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala itu berbuat terhadap segala apa yang dikehendaki-Nya. Tidak satu pun yang terjadi kecuali atas kehendak-Nya. Tiada satu pun yang keluar dari kehendak-Nya.

• Saya beriman dengan segala perkara yang diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang apa yang akan terjadi setelah mati. Saya beriman dengan adzab dan nikmat kubur, tentang akan dipertemukannya kembali antara roh dan jasad. Kemudian manusia dibangkitkan menghadap Sang Pencipta sekalian alam, dalam keadaan tanpa sandal dan pakaian, serta dalam keadaan tidak berkhitan, matahari sangat dekat dengan mereka. Lalu amalan manusia akan ditimbang, serta catatan amalan mereka akan diberikan kepada mereka masing-masing, sebagian mengambilnya dengan tangan kanan dan sebagian yang lain dengan tangan kiri.

• Saya beriman dengan haudh (telaga) Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

• Saya beriman dengan shirath (jembatan) yang terbentang di atas neraka Jahannam. Manusia melewatinya sesuai dengan amalan mereka masing-masing.

• Saya beriman dengan syafa’at Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahwa dia adalah orang yang pertama kali memberi syafa’at. Orang yang mengingkari syafa’at adalah termasuk pelaku bid’ah dan sesat.

Komentar: Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengingkari syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

• Saya beriman dengan surga dan neraka. Dan keduanya telah ada sekarang. Serta keduanya tidak akan sirna.

• Saya beriman bahwa orang mukmin akan melihat Allah ‘Azza wa Jalla dalam surga kelak.

• Saya beriman bahwa Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup segala nabi dan rasul. Tidak sah iman seseorang sampai ia beriman dengan kenabiannya dan kerasulannya.

Komentar: Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengaku sebagai nabi atau tidak memuliakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan beliau mengarang sebuah kitab tentang sejarah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan judul Mukhtashar Sirah ar-Rasul. Bukankah ini suatu bukti tentang kecintaan beliau kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam?

• Saya mencintai para sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula para keluarga beliau. Saya memuji mereka dan mendo’akan semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai mereka. Saya menutup mulut dari membicarakan kejelekan dan perselisihan yang terjadi antara mereka.

• Saya mengakui karomah para wali Allah. Akan tetapi, apa yang menjadi hak Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak boleh diberikan kepada mereka. Tidak boleh meminta kepada mereka sesuatu yang tidak mampu melakukannya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Komentar: Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengingkari karomah atau tidak menghormati para wali.

• Saya tidak mengkafirkan seorang pun dari kalangan muslim yang melakukan dosa dan tidak pula mengeluarkan mereka dari lingkaran Islam.

Komentar: Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau membawa paham teroris mengkafirkan kaum muslimin atau berpaham Khawarij. Baca juga Manhaj Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab fi Mas’alah at-Takfir karya Ahmad ar-Rudhaiman.

• Saya berpandangan tentang wajibnya taat kepada para pemimpin kaum muslimin, baik yang berlaku adil maupun yang berbuat zalim, selama mereka tidak menyuruh kepada perbuatan maksiat.

Komentar: Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang menganut paham teroris atau Khawarij. Dari sini terbukti kebohongan pihak-pihak yang mencoba mengait-ngaitkan dakwah beliau dengan teroris.

• Saya berpandangan tentang wajibnya menjauhi para pelaku bid’ah, sampai ia bertaubat kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Saya menilai mereka secara lahir. Adapun amalan hati mereka saya serahkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

• Saya berkeyakinan bahwa iman itu terdiri dari: ucapan lisan, perbuatan anggota tubuh, dan pengakuan dengan hati. Iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

BUKTI KEBODOHAN TUDUHAN WAHABI TERHADAP DAKWAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
Dengan membandingkan antara tuduhan-tuduhan sebelumnya dengan aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang kita sebutkan di atas, tentu dengann sendirinya kita akan mengetahui kebohongan tuduhan-tuduhan tersebut. Tuduhan-tuduhan bohong tersebut disebarluaskan oleh musuh dakwah Ahlus Sunnah ke berbagai negeri Islam. Sampai pada masa sekarang ini, masih banyak orang tertipu dengan kebohongan tersebut, sekalipun telah terbukti kebohongannya. Bahkan seluruh kitab-kitab di karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab membuktikan kebohongan tuduhan-tuduhan tersebut.

Kita ambil contoh kecil saja dalam kitab beliau Ushul Tsalatsah, kitab yang kecil sekali tapi penuh dengan mutiara ilmu. Beliau mulai dengan menyebutkan perkataan Imam Syafi’i, kemudian di pertengahannya beliau beliau sebutkan perkataan Ibnu Katsir yang bermadzhab Syafi’i. Jika beliau tidak mencintai para imam madzhab yang empat atau hanya berpegang dengan madzhab Hambali saja, mana mungkin beliau akan menyebutkan perkataan mereka tersebut.

Bahkan beliau dalam salah satu surat beliau kepada salah seorang kepala suku di daerah Syam berkata, “Saya katakan kepada orang yang menentangku: ‘Sesungguhnya yang wajib atas manusia adalah mengikuti apa yang diwasiatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka bacalah buku-buku yang terdapat pada kalian. Jangan kalian ambil dari ucapanku sedikit pun. Tetapi apabila kalian telah mengikuti perkataan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terdapat dalam kitab kalian tersebut maka ikutilah, sekalipun kebanyakan manusia menentangnya.”[6]

Komentar: Dalam ungkapan beliau di atas jelas sekali bahwa beliau tidak mengajak manusia kepada pendapat beliau, tetapi mengajak untuk mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Para ulama dari berbagai negeri Islam pun membantah tuduhan-tuduhan bohong tersebut setelah mereka melihat secara nyata dakwah yang beliau tegakkan. Seperti dari daerah Yaman, Imam asy-Syaukani dan Imam ash-Shan’ani. Dari negeri India, Syaikh Mas’ud an-Nadawi. Dari Iraq Syaikh Muhammad Syukri al-Alusi.

Syaikh Muhammad Syukri al-Alusi berkata setelah beliau menyebutkan berbagai tuduhan bohong yang disebarkan oleh musuh-musuh terhadap dakwah tauhid dan pengikutnya, “Seluruh tuduhan tersebut adalah kebohongan, fitnah, dan dusta semata dari musuh-musuh mereka. Dari golongan pelaku bid’ah dan kesesatan. Bahkan kenyataannya seluruh perkataan dan perbuatan serta buku-buku mereka menyanggah tuduhan itu semua.”[7]

Begitu pula Syaikh Mas’ud an-Nadawi dari India berkata, “Sesungguhnya kebohongan yang amat nyata yang dituduhkan terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah penamaannya dengan Wahabi. Akan tetapi, orang-orang yang rakus berusaha mempolitisir nama tersebut sebagai agama di luar Islam. Lalu Inggris dan Turki serta Mesir bersatu untuk menjadikannya sebagai lambang yang menakutkan. Ysng mana setiap muncul kebangkitan Islam di berbagai negeri, lalu orang-orang Eropa melihat akan membahayakan mereka. Mereka lalu menghubungkannya dengan Wahabi, sekalipun keduanya saling bertentangan.”[8]

Komentar: Seperti pernyataan seorang yang ditokohkan di sebuah media massa bahwa teroris lahir dari paham Wahabi, yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Kami ingin bukti referensi dari apa yang dikatakan beliau tersebut.

Begitu pula Raja Abdul Aziz dalam sebuah pidato yang beliau sampaikan di kota Makkah di hadapan jama’ah haji tgl. 11 Mei 1929 M dengan judul “Inilah Aqidah Kami”, “Mereka menamakan kami sebagai orang-orang Wahabi. Mereka menakmakan madzhab kami Wahabi, dengan anggapan sebagai madzhab khusus. Ini adalah kesalahan yang amat keji, muncul dari isu-isu bohong yang disebarkan oleh orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu. Dan kami bukanlah pengikut madzhab dan aqidah baru. Muhammad bin Abdul Wahab tidak membawa sesuatu yang baru. Aqidah kami adalah aqidah salafush shalih, yaitu yang terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, serta apa yang menjadi pegangan salafush shalih. Kami memuliakan imam-imam yang empat. Kami tidak membeda-bedakan antara imam-imam: Malik, Syafi’i, Ahmad, dan Abu Hanifah. Seluruh mereka adalah orang-orang yang dihormati dalam pandangan kami, sekalipun kami dalam masalah fiqih berpegang dengan madzhab Hambali.”[9]

Pernyataan bahwa dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah usaha pemurnian aqidah dari syirik dan bid’ah tidak hanya dari kalangan para ulama tetapi juga dari kalangan orientalis. Orientalis Sidyu dalam kitabnya Tarikh al-‘Arab al-‘Am berkata –setelah ia menggambarkan bagaimana petualangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam menuntut ilmu-, “Tiadalah tujuan pembaharuan yang dipimpinnya (yakni Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab) selain mengembalikan syari’at Rasul yang murni seperti sediakala.”[10]

Disebutkan dalam kitab Dairatul Ma’arif al Brithaniyah (Ensiklopedi Inggris), di sini diterangkan tentang Wahabi: “Wahabi adalah nama untuk gerakan pemurnian dalam Islam. Orang-orang Wahabi adalah mereka yang mengikuti ajaran Rasul. Mereka meninggalkan segala hal yang selainnya. Orang-orang yang memusuhi Wahabi, mereka adalah musuh-musuh Islam.”[11]

Komentar: Dari sini terbukti lagi kebohongan dan propaganda yang dibuat oleh musuh Islam dan musuh dakwah Ahlus Sunnah bahwa teroris diciptakan oleh Wahabi. Karena seluruh buku-buku aqidah yang menjadi pegangan di kampus-kampus Saudi Arabia tidak pernah luput dari membongkar kesesatan teroris (Khawarij dan Mu’tazilah). Begitu pula tuduhan bahwa mereka tidak menghormati para wali Allah atau dianggap membuat madzhab yang kelima. Pada kenyataannya semua buku-buku yang dipelajari dalam seluruh jenjang pendidikan adalah buku-buku para wali Allah dari berbagai madzhab. Penulis sebutkan di sini buku-buku yang menjadi panduan di Universitas Islam Madinah:

• Untuk mata kuliah Aqidah: kitab Syarh Aqidah Thahaqiyah karya Ibnu ‘Izz al-Hanafi, Fathul Majid karya Abdurrahman bin Hasan al-Hambali. Ditambah sebagai penunjang al-Inabah karya Imam Abu Hasan al-Asy’ari, al-Hujjah karya al-Ashfahani asy-Syafi’i, asy-Syari’ah karya al-Ajurri, kitab at-Tauhid karya Ibnu Khuzaimah, kitab at-Tauhid karya Ibnu Mandah, dll.

• Untuk mata kuliah Tafsir: Tafsir Ibnu Katsir asy-Syafi’i, Tafsir asy-Syaukani. Ditambah sebagai penunjang: Tafsir ath-Thabari, Tafsir al-Qurthubi al-Maliki, Tafsir al-Baghawi asy-Syafi’i, dll.

• Untuk mata kuliah Hadits: Kutub as-Sittah beserta syarahnya seperti: Fathul Bari karya Ibnu Hajar asy-Syafi’i, Syarh Shahih Muslim karya Imam an-Nawawi asy-Syafi’i, dll.

• Untuk mata kuliah Fiqih: Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd al-Maliki, Subulus Salam karya ash-Shan’ani. Ditambah sebagai penunjang: al-Majmu’ karya Imam an-Nawawi asy-Syafi’i, al-Mughni karya Ibnu Qudamah al-Hambali, dll.

Selanjutnya kami mengajak para hadirin (maksudnya mungkin: pembaca, -admin) semua apabila mendengar tuduhan jelek tentang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau membaca buku yang menyebarkan tuduhan jelek tersebut, maka sebaiknya ia meneliti langsung dari buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau buku-buku ulama yang seaqidah dengannya, supaya ia mengetahui tentang kebohongan tuduhan-tuduhan tersebut, sebagaimana perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. [al-Hujurat/49 : 6]

Sebab, buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab bisa didapatkan dengan sangat mudah terlebih-lebih pada musim haji dibagi-bagikan secara gratis. Di situ akan terbukti bahwa beliau tidak mengajak kepada madzhab baru atau kepercayaan baru yang menyimpang dari pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Namun, semata-mata ia mengajak untuk beramal sesuai dengan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, sesuai dengan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah, meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya dan generasi terkemuka umat ini, serta menjauhi bentuk bid’ah dan khurafat.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab maupun para ulama yang melanjutkan perjuangan beliau dalam memurnikan aqidah umat tidak pernah menamakan dakwah beliau dengan Wahabi. Bahkan mereka tidak suka dengan sebutan dan gelar tersebut. Karena tuduhan tersebut sengaja dilontarkan oleh musuh-musuh Islam dan musuh-musuh dakwah Ahlis Sunnah untuk memojokkan dan memecah-belah umat Islam.

Akan tetapi, kenapa sebagian orang masih suka memojokkan dan mengejek dengan tuduhan dan gelar tersebut? Sedangkan Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْراً مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاء مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْراً مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ۝ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضاً أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتاً فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ۝

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. [al-Hujurat/ 49: 11-12]

Di awal perjalanan, dakwah beliau mendapat tantangan dari kepala suku dan tokoh-tokoh sufisme yang suka memuja kuburan. Kemudian tatkala dakwah semakin berkembang dan tegaknya hukum Islam dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, mulailah dari sini Inggris memfitnah dan bekerja sama dengan Ali Basya dari Dinasti Utsmani untuk menghancurkan dakwah beliau. Berikutnya dakwah (yang dituduh Wahabi) mendapat tantangan dari kelompok teroris. Mereka mengkafirkan para ulama dan melakukan teror di Kerajaan Arab Saudi. Seperti majalah Risalah Mujahidin Th. III/ edisi 26 terbit bulan Safar 1430 H/Jan.-Feb. 2009 M, membahas dua judul yang memfitnah:

• Dinasti Saudi Satu Trah Dengan Yahudi?
• Poros Setan Mencabik Islam di Tanah Haram.

PANDANGAN PARA ULAMA AHLUS SUNNAH (YANG DICAP WAHABI) TERHADAP TERORISME
Penulis tidak melihat perjuangan dan kesungguhan ulama dalam menumpas teroris sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama (yang dicap Wahabi) dalam menumpas teroris. Mereka setiap saat menerangkan kepada umat tentang bahaya laten teroris, baik dalam bentuk karya ilmiah, tulisan, artikel, ceramah, fatwa, seminar, dl. Bahkan mereka menumpas teroris ke akar-akarnya. Mereka menjelaskan dan membongkar kesalahan para tokoh teroris dalam berargumentasi dengan ayat dan hadits.

Bahkan gembong-gembong teroris internasional mengkafirkan para ulama yang membongkar kesesatan mereka tersebut. Bagaimana bisa dikatakan bahwa dakwah (yang dicap Wahabi) ada kaitan dengan teroris? Kami meminta bukti kepada setiap orang (yang) melontarkan tuduhan tentang terkaitnya dakwah (yang dituduh Wahabi) dengan terorisme. Kami tidak meminta satu kitab, tetapi cukup satu ungkapan saja dari ulama (yang dicap Wahabi) mengarah kepada doktrin teror. Menurut hemat kami, orang yang menuduh adanya kaitan antara dakwah (yang dicap Wahabi) dengan teroris ada beberapa kemungkinan:

Pertama: Adakalanya ia belum mengenal, belum memahami (mengerti) apa itu teroris dan bagaimana doktrin pamahamannya.

Kedua: Atau adakalanya ia belum mengenal, belum memahami (mengerti) tentang landasan dakwah (yang dicap Wahabi) dan bagaimana pemahamannya.

Ketiga: Atau adakalanya ia hanya mengambil informasi dari satu pihak saja, yaitu dari pihak yang mudah menuduh, mudah berkesimpulan sebelum mengadakan eksperimen, penelitian, dan pengkajian mendalam terhadap pihak yang dituduh.

Keempat: Atau sengaja ingin melakukan sebuah propaganda dalam memecah-belah umat Islam, dengan mengelompokkan mereka ke dalam berbagai kelompok lalu membenturkan antara satu kelompok dengan yang lainnya.

Kelima: Atau ada agenda dan tujuan tertentu di balik tuduhan itu semua, bisa saja dari musuh Islam atau dari musuh dakwah Ahlis Sunnah, atau mungkin saja dari kelompok yang mendukung tindakan teror untuk mengalihkan tuduhan.

HIMBAUAN
Melalui tulisan ini kami mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengikutsertakan para pakar agama dalam menumpas bahaya laten teroris tersebut, kemudian memperbaiki mutu kurikulum agama terlebih khusus kurikulum aqidah. Karena, jika dicermati, hanya dengan mengajarkan aqidah yang benar segala bahaya bisa kita hadapi. Islam memiliki solusi yang sempurna untuk memecahkan segala permasalahan baik sosial politik maupun sosial keagamaan, termasuk hubungan antar umat beragama. Islam mengharamkan berbuat zhalim terhadap sesama manusia bahkan terhadap binatang sekalipun. Teroris tidak mungkin bisa ditumpas dengan senjata semata. Sekalipun personnya mati, pemikiran dan doktrinnya tetap berkembang melalui tulisan dan media-media lainnya. Di negeri ini banyak sekali tersebar referensi yang menebar doktrin teroris dengan alasan kebebasan berpendapat dan berpikir.

Sebaliknya, perlu pula mencegah pencemaran agama di tangan orang-orang liberal. Karena, hal ini juga akan berakibat kepada teror. Walau di awalnya tidak terkesan menuju ke sana, muaranya tetap berakibat fatal dan berbahaya.

Perlu kami tegaskan, yang kami maksud pakar agama di atas bukanlah orang yang belajar Islam di Barat. Karena, mereka yang belajar ke Barat adalah orang yang paling bodoh dalam memahami agama. Dan mereka mengajak orang supaya bodoh dengan agama.

RINGKASAN
• Seorang da’i hendaklah membekali dirinya dengan ilmu yang cukup sebelum terjun ke medan dakwah.

• Seorang da’i hendaklah memulai dakwah dari tauhid, bukan kepada politik; selama umat tidak beraqidah benar, selama itu pula politik tidak akan stabil.

• Seorang da’i hendaklah sabar dalam menghadapi berbagai rintangan dan tantangan dalam menegakkan dakwah.

• Seorang da’i yang ikhlas dalam dakwahnya harus yakin dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahwa Allah ‘Azza wa Jalla pasti akan menolong orang yang menolong agama-Nya.

• Tuduhan Wahabi adalah tuduhan yang datang dari musuh dakwah Ahlus Sunnah wal jama’ah, dengan tujuan untuk menghalangi orang dari mengikuti dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

• Muhammad bin Abdul Wahab bukanlah sebagai pembawa aliran baru atau ajaran baru, melainkan seorang yang berpegang teguh dengan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

• Perlunya ketelitian dalam membaca atau mendengar sebuah isu atau tuduhan jelek terhadap seseorang atau suatu kelompok, terutama merujuk pemikiran seseorang tersebut melalui tulisan atau karyanya sendiri untuk pembuktian berbagai tuduhan dan isu yang tersebar tersebut.

PENUTUP
Sebagai penutup, kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kekeliruan dalam penyampaian materi ini. Semua itu adalah karena keterbatasan ilmu yang kami miliki. Semoga apa yang kami sampaikan ini bermanfaat bagi kami sendiri dan bagi kaum muslimin semua. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memperlihatkan kepada kita yang benar itu adalah benar kemudian menuntun kita untuk mengikuti kebenaran itu, dan memperlihatkan kepada kita yang salah itu adalah salah lalu menjauhkan kita dari mengikuti yang salah itu.

Sebagian tulisan ini pernah kami sampaikan dalam tabligh akbar 21 Juli 2005 di kota Jeddah, Arab Saudi.

Kami menulis apa yang kami paparkan di atas sesuai dengan pengalaman kami terhadap kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama yang dicap sebagai Wahabi selama dua belas tahun di kota Madinah, yaitu selama kami menempuh perkuliahan di Universitas Islam Madinah dari S-1 sampai S-3.

[Dicopy dari http://maktabahabiyahya.wordpress.com. Dari Majalah Al-Furqon, Edisi 8, Tahun ke-11/Rabi'ul Awal 1423. Diterbitkan Oleh Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon Al-Islami, Alamat : Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim (61153). Telp & Fax 0313940347, Redaksi 081231976449]
_______
Footnote
[1]. Lihat pembahasan ini di dalam kitab Roudhotul Afkar karya Ibnu Qhanim.
[2]. HR. Abu Dawud no. 4291 dan al-Hakim no. 8592
[3]. HR. Bukhari no. 2405 dan Muslim no. 2525
[4]. Baca jawaban untuk bebagai tuduhan di atas dalam kitab-kitab berikut: Mas’ud an-Nadawi dalam Muhammad bin Abdul Wahab Mushlih Mazhlum, Abdul Aziz Abdul Lathif dalam Da’awi Munawi’in li Da’wah Muhammad bin Abdil Wahab, Shalih Fauzan dalam Min A’lam al-Mujaddidin, dll.
[5]. Lihat kumpulan surat-surat pribadi beliau dalam kitab Majmu’ Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab jilid 3.
[6]. Lihat kumpulan surat-surat pribadi beliau dalam kitab Majmu’ Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab jilid 3.
[7]. Al-Alusi dalam Tarikh Nejed hlm. 40
[8]. Muhammad bin Abdul Wahab Mushlih Mazhlum hlm. 165
[9]. Al-Wajiz fi Sirah Malik Abdul Aziz hlm. 216
[10]. Dinukil oleh Ahmad al Buthami dalam kitabnya hlm. 230
[11]. Ibid, hlm. 232

STUDI KRITIS ATAS BUKU SEJARAH BERDARAH SEKTE SALAFI WAHABI



Oleh Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi


Telah sampai kepada kami beberapa usulan pembaca agar kami mengkritik sebuah buku yang beredar akhir-akhir ini yang dipublikasikan secara gencar dan mendapatkan sanjungan serta kata pengantar dari para tokoh. Oleh karenanya, untuk menunaikan kewajiban kami dalam menasihati umat, kami ingin memberikan studi kritis terhadap buku ini, sekalipun secara global saja sebab tidak mungkin kita mengomentari seluruh isi buku rang penuh dengan syubhat tersebut dalam tulisan kita yang terbatas ini. Semoga Alloh menampakkan kebenaran bagi kita dan melapangkan hati kita untuk menerimanya.

JUDUL BUKU DAN PENULISNYA
Judul buku ini adalah Sejarah Berdarah Sekfe Salafi Wahabi, ditulis oleh Syaikh Idahram, penerbit Pustaka Pesantren, Yogyakarta, cetakan pertama, 2011. Buku ini mendapatkan rekomendasi tiga tokoh agama yang populer namanva yaitu KH. Dr. Said Agil Siraj, KH. Dr. Ma’ruf Amin, dan Muhammad Arifin Ilham.

BANTAHAN SECARA GLOBAL TERHADAP BUKU INI
Terus terang, untuk membantah buku ini membutuhkan beberapa jilid buku sebab buku ini sarat dan bertabur kebohongan, kedustaan, kesesatan dan penyimpangan. Sebagai gambaran umum, kami katakan:

1. Setelah kami menulis artikel ini, al-hamdulillah telah banyak para penulis yang membongkar aurat buku ini, diantaranya adalah: al-Ustadz Firanda Abu Abdil Muhsin dalam bukunya “Sejarah Berdarah Sekte Syi’ah”, AM. Waskito dalam bukunya “Bersikap Adil Terhadap Wahabi”, dan Sofyan Cholid dalam bukunya “Salafy Antara Tuduhan dan Kenyataan”. Belum lagi artikel-artikel para ustadz lainnya di internet. Oleh karenanya, saya kira bantahan-bantahan tersebut sudah cukup bagi orang yang berakal.

2. Buku ini dari sampul depan hingga sampul belakang penuh kebohongan dan kedustaan. Adapun sampul depan, penulis misterius ini menyebut dirinya dengan bertopeng Syaikh Idahram, padahal itu bukan nama sesungguhnya. Dan telah sampai kabar kepadaku dari beberapa ikhwan di Jakarta yang terpercaya bahwa nama sesungguhnya adalah Marhadi kebalikan dari Idahram. Bayangkan, jika nama penulisnya saja terbalik, bagaimana dengan isinya?! Jangan aneh jika isinya banyak terbalik dari kenyataan. Kenapa penulis ini begitu pengecut dalam pertempuran wacana ilmiyah sehingga tidak menampakkan identitas aslinya?!!

Adapun sampul akhirnya, karena mencatut nama-nama tokoh tersohor yang memberikan rekomendasi terhadap buku ini seperti KH. Ma’ruf Amin (ketua MUI) dan Muh. Arifin Ilham, padahal keduanya menyatakan tidak pernah memberikan rekomendasi tersebut, baca aja belum apalagi memberi rekomendasi?! Tentang Muh. Arifin Ilham, bisa diklik di http://arrahmah.com/read/2011/12/08/16720-kebohongan-syaikh-idahram-atas-nama-arifin-ilham.html#. Adapun tentang KH. Ma’ruf Amin, saya pernah tanyakan langsung kepada kawan yang sangat dekat dengan beliau, ternyata beliau menyatakan: “Benar saya mendapatkan kiriman buku itu, tapi saya belum membacanya apalagi memberi rekomendasi, dan saya tidak ingin terlibat dalam pertikaian umat”. Jika sampul depan dan akhirnya saja dusta, lantas bagaimana dengan isinya?! Sungguh, sangat luaaaar biasa kebohongannya!!!

3. Buku ini ditunggangi oleh pemikiran Syi’ah sebagaiman dapat diketahui oleh pembaca yang jeli terhadap buku ini. Hal ini sebagaimana telah disingkap oleh Ust. Firanda dalam bukunya, juga AM. Waskito dalam bukunya, ditambah lagi Ust. Agus Hasan Bashori dalam makalahnya berjudul “Waspada! Buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” Mengusung Faham Rafidhah (Syi’ah Iran)”. Silakan baca di http://old.gensyiah.com/waspada-buku-sejarah-berdarah-sekte-salafi-wahabi-mengusung-faham-rafidhah-syiah-iran.html

Setelah kita mengetahui beberapa fakta di atas, berikut ini bantahan singkat dan sederhana sebagai partisipasi kami dalam membela kebenaran dan membantah serangan-serangan terhadap kebenaran. Semoga Allah meneguhkan kita semua di atas al-Haq. Amiin

AQIDAH WAHABI ADALAH TAJSIM?
Pada hlm. 234 penulis mengatakan:
Akidah Salafi Wahabi adalah aqidah Tajsim dan tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk) yang sama persis dengan akidah orang-orang Yahudi. Dalil-dalil mereka begitu rapuhnya, hanya mengandalkan hadits-hadits ahad dalam hal akidah.

Jawaban:
Ini adalah tuduhan dusta, sebab aqidah mereka dalam asrna’ wa shifat sangat jelas mengimani nama dan sifat Alloh yang telah disebutkan al-Qur’an dan hadits yang shohih tanpa tahrif (pengubahan), ta’thil (pengingkaran), takyif (menanyakan hal/kaifiat), maupun tamtsil (penyerupaan).[1] Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Alloh:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada yang serupa dengan Dia. Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” [asy-Syuro [42]: 11]

Inilah aqidah ulama-ulama salaf, di antaranya al-Imam asy-Syafi’i, beliau pernah berkata:

نُشْبِتُ هَذِهِ الصِّفَاتِ الَّتِي جَاءَ بِهَا الْقُرْآنُ، وَوَرَدَتْ بِهَا السُّنَّةُ، وَنَنْفِي التَّشْبِيْهَ عَنْهُ كَمَا نَفَى عَنْ نَفْسِهِ، فَقَالَ : لَيْسَ كَمِشْلِهِ شَيْئٌ

“Kita menetapkan sifat-sifat ini yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dan kita juga meniadakan penyerupaan sebagaimana Alloh meniadakan penyerupaun tersebut dari diri Nya dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.’ [Asy-Syuro/42 : 11].[2]

Namun, jangan merasa aneh dengan tuduhan ini, karena demikianlah perilaku ahli ahwa’ semenjak dulu. Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr berkata, “Seluruh Ahlus Sunnah telah bersepakat untuk menetapkan sifat-sifat yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah serta mengartikannya secara zhohirnya. Akan tetapi, mereka tidak rnenggambarkan bagaimananya/bentuknya sifat¬sifat tersebut. Adapun Jahmiyyah, Mu’tazilah, dan Khowarij mengingkari sifat-sifat Alloh dan tidak mengartikannya secara zhohirnya. Lucunya, mereka menyangka bahwa orang yang menetapkannya termasuk Musyabbih (kaum yang menyerupakan Alloh dengan makhluk).”[3]

Semoga Alloh merahmati al-Imam Abu Hatim ar-Rozi yang telah mengatakan, “Tanda ahli bid’ah adalah mencela ahli atsar. Dan tanda Jahmiyyah adalah menggelari Ahli Sunnah dengan Musyabbihah.”[4]

lshaq bin Rohawaih mengatakan, “Tanda Jahm dan pengikutnya adalah menuduh Ahli Sunnah dengan penuh kebohongan dengan gelar Musyabbihah padahal merekalah sebenarnya Mu’aththilah (menidakan/mengingkari sifat bagi Alloh).”[5]

PEMBAGIAN TAUHID BID’AH?
Pada hlm. 236 penulis mengatakan:
Pembagian tauhid kepada tauhid Uluhiyah dan tauhid Rububiyah diciptakan oleh Ibnu Taimiyyah al-Harroni (w. 728 H) setelah 8 abad berlalu dari masa Rasulullah. Pernyataan yang seperti ini tidak pernah ada di zaman Rasulullah, para sahabat, tabi’in, tabi’i tabi’in maupun ulama-ulama salaf terdahulu, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal, bahkan tidak terdapat juga dalam karya murid-murid Imam Ahmad yang terkenal seperti Ibnul Jauzi dan al-Hafizh Ibnu Katsir. Demikianlah Salafi Wahabi mengklaim selalu mengikuti salaf shalih tetapi kenyataannya tidak ada seorangpun dari Salaf Shalih yang membagi tauhid kepada pembagian seperti ini. Lagi-lagi, Salafi Wahabi melempar Al-Qur’an, Sunnah dan Salaf Shalih ke tong sampah.

Jawaban:
Pembagian para ulama bahwa tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma’ wa Shifat adalah berdasarkan penelitian yang seksama terhadap dalil-dalil al-Qur’an dan hadits Nabi Pembagian ini bukanlah perkara baru (baca: bid’ah)[6], tetapi pembagian ini berdasarkan penelitian terhadap dalil. Hal ini persis dengan perbuatan para ulama ahli Bahasa yang membagi kalimat menjadi tiga: isim, fill, dan huruf.[7]

Bahkan, banyak sekali ayat-ayat yang menggabung tiga macam tauhid ini bagi orang yang mau mencermatinya, seperti firman Alloh:

رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ ۚ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا

“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” [Maryam/19: 65]

Firman-Nya “Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya” menunjukkan tauhid rububiyyah. “Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya” menunjukkan tauhid uluhiyyah. “Apakah kamu mengetahui sesuatu yang serupa denganNya” menunjukkan tauhid asma’ wa shifat.[8]

Lebih dari itu -jika kita jeli- surah pertama dalam al-Qur’an (al-Fatihah) mengandung tiga jenis tauhid ini, juga akhir surat dalam al-Qur’an (an-Nas). Seakan-akan hal itu mengisyaratkan kepada kita bahwa kandungan al-Qur’an adalah tiga jenis tauhid ini.[9] Syaikh Hammad al-Anshori berkata, “Alloh membuka kitab-Nya dengan Surah al-Fatihah yang berisi tentang pentingnya tauhid dan menutup kitab-Nya dengan Surah an-Nas yang berisi tentang pentingnya tauhid. Hikmahnya adalah wahai sekalian manusia sebagaimana kalian hidup di atas tauhid maka wajib bagi kalian mati di atas tauhid.”[10]

Demikian juga, banyak ucapan para ulama salaf yang menunjukkan pembagian ini, seandainya kami menukilnya niscaya tidak akan termuat dalam majalah ini. Dalam kitabnya al-Mukhtashorul Mufid fi’ Bayani Dalail Aqsami Tauhid, Syaikh Dr. Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad menukil ucapan-ucapan ulama salaf yang menetapkan klasifikasi tauhid menjadi tiga ini, seperti al-Imam Abu Hanifah (w. 150 H), Ibnu Mandah (182 H), Ibnu Jarir (310 H), ath-Thohawi (w. 321 H), Ibnu Hibban (354 H), Ibnu Baththoh (387 H), Ibnu Khuzaimah (395 H), ath-Thurtusi (520 H), al-Qurthubi (671 H). Lantas, akankah setelah itu kita percaya dengan ucapan orang yang mengatakan bahwa klasifikasi ini baru dimunculkan oleh Ibnu Taimiyyah pada abad kedelapan Hijriah seperti pernyataan penulis?! Pikirkanlah wahai orang yang berakal!!!

KAKAK SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB
Pada hlm. 34 penulis mengatakan:
Sebaliknya, karena keyakinan menyimpangnya itu, kakaknya yang bersama Sulaiman ibnu Abdil Wahhab mengkritik fahamnya yang nyeleneh dengan begitu pedas, melalui dua bukunya, ash-Shawaiq al-Ilahiyyah fi ar-Raddi ‘ala al-Wahhabiyah dan kitab Fashlu al-Khitab fi ar-Radi ‘ala Muhammad bin Abdil Wahhab. Dua bukunya itu dirasa penting untuk di tulis, melihat adiknya yang sudah jauh menyimpang dari ajaran Islam dan akidah umat secara umum.

Jawaban:
Benar, kami tidak mengingkari bahwa Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab, saudara Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab termasuk orang yang menentang dakwah beliau. Namun, ada dua poin yang perlu diperhatikan bersama untuk menanggapi hal ini:

Pertama: Antara Nasab dan Dakwah yang Benar
Kita harus ingat bahwa adanya beberapa kerabat atau keluarga yang menentang dakwah tauhid bukanlah suatu alasan batilnya dakwah yang haq. Tidakkah kita ingat bahwa para nabi, para sahabat, para ahli tauhid, dan sebagainya, ada saja sebagian dari keluarga mereka baik bapak, anak, saudara, atau lainnya yang memusuhi dakwah mereka?! Kisah Nabi Nuh Alaihissallam dengan anak dan istrinya, Nabi Ibrahim Alaihissallam dan ayahnya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pamannya merupakan kisah yang populer di kalangan masyarakat. Apakah semua itu menghalangi kebenaran dakwah tauhid, wahai hamba Alloh?! Sungguh benar sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ بَطَّأَبِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

“Barang siapa amalnya lambat, maka nasabnya tidak bisa mempercepatnya.”[11]

Kedua: Kembalinya Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab
Mayoritas ulama[12] mengatakan bahwa Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab telah bertaubat dan menerima dakwah tauhid, sebagaimana disebutkan Ibnu Ghonnam[13], Ibnu Bisyr[14], Syaikh Dr. Muhammad bin Sa’ad as-Syuwa’ir[15], dan sebagainya. Apakah hal ini diketahui oleh musuh-musuh dakwah?! Ataukah kebencian telah mengunci hati mereka?! Alangkah bagusnya apa yang dikatakan oleh Syaikh Mas’ud an-Nadwi, “Termasuk orang yang menentang dakwah beliau (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) adalah saudaranya sendiri, Sulaiman bin Abdul Wahhab (wafat 1208 H) yang menjadi qadhi di Huraimila’ sebagai pengganti ayahnya. Dia menulis beberapa tulisan berisi bantahan kepada saudaranya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang dipenuhi dengan kebohongan. Dan sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Ghonnam bahwa dia menyelisihi saudaranya hanya karena dengki dan cemburu saja. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah menulis bantahan terhadap tulisan-tulisannya, tetapi pada akhirnya Alloh memberinya hidayah, (sehingga dia) bertaubat dan menemui saudaranya di Dar’iyyah pada tahun 1190 H yang disambut baik dan dimuliakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Ada buku Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab yang tercetak dengan judul ash-Showa’iq IIahiyyah fi ar-,Roddi ‘ala Wahhabiyyah. Musuh-musuh tauhid sangat gembira dengan buku ini, namun mereka sangat malu untuk menyebut taubatnya Sulaiman.”[16]

MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB GEMAR MEMBACA KITAB NABI PALSU?
Pada hlm. 34 penulis mengatakan:
Selain itu, Ibnu Abdul Wahhab juga gemar membaca berita dan kisah-kisah para pengaku kenabian seperti Musailamah al-Kadzdzab, Sajah, Aswad al’Unsi dan Thulaihah al-Asadi.

Jawaban:
Syaikh Sulaiman bin Sahman berkata membantah tuduhan ini : “Ini juga termasuk kebohongan dan kedustaan. Yang benar, beliau gemar membaca kitab-kitab tafsir dan hadits sebagaimana beliau katakan sendiri dalam sebagian jawabannya, ‘Dalam memahami Kitabulloh, kita dibantu dengan membaca kitab-kitab tafsir populer yang banyak beredar, yang paling bagus menurut kami adalah tafsir Muhammad bin Jarir ath-Thobari dan ringkasannya karya Ibnu Katsir asy-Syafi’i, demikian pula al-Baidhowi, al-Baghowi, Al-Khozin, al-Jalalain, dan sebagainya. Adapun tentang hadits, kita dibantu dengan membaca syarah-syarah hadits seperti syarah al-Qostholani dan al-Asqolani terhadap Shohih al-Bukhori, an-Nawawi terhadap (Shohih) Muslim, al-Munawi terhadap al-jami’ ash-Shoghir, dan kitab-kitab hadits lainnya, khususnya kutub sittah (enam kitab induk hadits) beserta syarahnya, kita juga gemar menelaah seluruh kitab dalam berbagai bidang, ushul dan kaidah, siroh, shorof, nahwu, dan semua ilmu umat’.”[17]

PEMBUNUHAN DAN PENGKAFIRAN
Pada hlm. 61-138 penulis menguraikan panjang lebar bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab melakukan pembunuhan dan pengkafiran terhadap kaum muslimin, termasuk ulama. Inilah yang menjadi inti buku tersebut.

Jawaban:
Demikian penulis artikel memuntahkan isi hatinya tanpa kendali!! Aduhai alangkah murahnya dia mengobral kebohongan dan melempar tuduhan!! Tidakkah dia sedikit takut akan adzab dan mengingat akibat para pendusta yang akan memikul dosa?! Tidakkah dia menyadari bahwa dusta adalah ciri utama orang-orang yang hina?!!

Tuduhan yang satu ini begitu laris-manis tersebar semenjak dahulu hingga kini, padahal Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri telah menepis tuduhan ini dalam banyak kesempatan. Terlalu panjang kalau saya nukilkan seluruhnya,[18] maka kita cukupkan di sini sebagian saja:

1. Dalam suratnya kepada penduduk Qoshim, beliau memberikan isyarat terhadap tuduhan musuh bebuyutannya (Ibnu Suhaim), dan berlepas diri dari tuduhan keji yang dilontarkan kepada beliau. Beliau berkata, “Alloh mengetahui bahwa orang tersebut telah menuduhku yang bukan-bukan, bahkan tidak pernah terbetik dalam benakku, di antaranya dia mengatakan bahwasanya aku mengatakan, ‘Manusia sejak 600 tahun silam tidak dalam keislaman, aku mengkafirkan orang yang bertawassul kepada orang-orang sholih, aku mengkafirkan al-Bushiri, aku mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selain Alloh….’ Jawabanku terhadap tuduhan ini, ‘Maha Suci Engkau ya Robb kami, sesungguhnya ini kedu¬staan yang amat besar.’”[19]

2. Demikian juga dalam suratnya kepada Syaikh Abdurrohman as-Suwaidi -salah seorang ulama Irak- mengatakan bahwa semua tuduhan tersebut adalah makar para musuh yang ingin menghalangi dakwah tauhid. Beliau berkata, “Mereka mengerahkan bala tentaranya yang berkuda dan berjalan kaki untuk memusuhi kami, di antaranya dengan menyebarkan kebohongan yang seharusnya orang berakalpun malu untuk menceritakannya, apalagi menyebarkannya, salah satunya adalah apa yang Anda sebutkan, yaitu bahwa saya mengkafirkan seluruh manusia kecuali yang mengikuti saya, dan saya menganggap bahwa pernikahan mereka tidak sah. Aduhai, bagaimana bisa hal ini diterima oleh seorang yang berakal sehat? Adakah seorang muslim, kafir, sadar maupun gila sekalipun yang berucap seperti itu?!”[20]

3. Syaikh Abdulloh bin Muhammad bin Abdul Wahhab membantah tuduhan di atas, “Adapun tuduhan yang didustakan kepada kami dengan tujuan untuk menutupi kebenaran dan menipu manusia bahwa kami mengkafirkan manusia secara umum, manusia yang semasa dengan kami dan orang-orang yang hidup setelah tahun enam ratusan kecuali yang sepaham dengan kami. Berekor dari itu, bahwa kami tidak menerima bai’at seorang kecuali setelah dia mengakui bahwa dirinya dahulu adalah musyrik, demikian pula kedua orang tuanya mati dalam keadaan syirik kepada Alloh … semua ini hanyalah khurofat yang jawaban kami seperti biasanya, ‘Maha Suci Engkau ya Alloh, ini adalah kebohongan yang nyata.’ Barang siapa menceritakan dari kami seperti itu atau menisbatkan kepada kami maka dia telah berdusta dan berbohong tentang kami. Barang siapa menyaksikan keadaan kami dan menghadiri majelis ilmu kami serta bergaul dengan kami, niscaya dia akan mengetahui secara pasti bahwa semua itu adalah tuduhan palsu yang dicetuskan oleh musuh-musuh agama dan saudara-saudara setan untuk melarikan manusia dari ketundukan dan memurnikan tauhid hanya kepada Alloh saja dengan ibadah dan meninggalkan seluruh jenis kesyirikan.”[21]

4. Syaikh Sulaiman bin Sahman berkata, “Sesungguhnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab meniti jalan yang ditempuh oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam para sahabat Radhiyallahu anhum, dan para imam pendahulu. Beliau tidak mengkafirkan kecuali orang yang telah dikafirkan Allah dan Rosul-Nya dan disepakati kekufurannya oleh umat. Beliau mencintai seluruh ahli Islam dan ulama mereka. Beliau beriman dengan setiap kandungan al-Qur’an dan hadits shohih. Beliau juga melarang keras dari menumpahkan darah kaum muslimin, merampas harta dan kehormatan mereka. Barang siapa menisbatkan kepada beliau hal yang berseberangan dengan Ahli Sunnah wal Jama’ah dari kalangan salaf umat ini maka dia telah dusta serta berkata tanpa dasar ilmu.”[22]

BEKERJA SAMA DENGAN INGGRIS MERONGRONG KEKHOLIFAHAN TURKI UTSMANI
Pada hlm. 120 penulis membuat judul “Wahabi bekerja sama dengan inggris merongrong kekholifahan Turki Utsmani”.

Jawaban:
Demikianlah, mereka tidak memiliki modal dalam dialog ilmiah kecuali hanya tuduhan dan kedustaan semata. Semoga Allah merahmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tatkala mengatakan; “Semua bentuk kesyirikan dan beragam corak kebid’ahan dibangun di atas kebohongan dan tuduhan dusta. Oleh karenanya, setiap orang yang semakin jauh dari tauhid dan sunnah, maka dia akan lebih dekat kepada kesyirikan, kebid’ahan, dan kedustaan.”[23] Dan alangkah benarnya ucapan al-Hafizh Ibnul Qoyyim rahimahullah.

لاَتَخْشَ مِنْ كَيْدِ الْعَدُ وِّ وَمَكْرِهِمْ

Janganlah engkau takut akan tipu daya musuh

فَقِتَالُهُمْ بِالزُّوْرِ وَالْبُهْتَانِ

Karena senjata mereka hanyalah kedustaan[24]

Beberapa sosok setan berwujud manusia dari orang-orang Eropa berpikir tentang akibat yang akan menimpa mereka jika dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab yang didukung pemerintahan Su’ud (Saud) pertama memperluas pengaruhnya. Mereka melihat bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah Su’ud akan mengancam kepentingan mereka di kawasan timur secara umum.

Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali menghancurkan pemerintahan ini. Merekapun menempuh berbagai daya dan upaya di dalam menghancurkan dakwah salafiyyah ini, diantaranya adalah:

Pertama: Penebaran opini publik di tengah negeri Islam melawan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Maka bangkitlah para penganut bid’ah dan khurofat memerangi dakwah Syaikh. Mereka adalah golongan mayoritas di saat itu, yang paham quburiyyun, khurofiyyun, bid’ah, dan syirik telah mendarah daging di dalarn hati mereka, bahkan parahnya kesultanan Ustmaniyyah generasi akhir adalah termasuk pemerintahan yang mendukung kesyirikan dan kebid’ahan ini. Ini semua terjadi setelah Inggris dan Prancis menyebarkan fatwa yang mereka ambil dari ulama su’ (jahat) yang memfatwakan bahwa apa yang didakwahkan oleh Syaikh al-Imam adalah rusak.[25]

Kedua: Mereka menebarkan fitnah antara gerakan Syaikh al-Imam dengan pemimpin kesul-tanan Utsmaniyyah. Orang-orang Inggris dan Prancis menebarkan racun ke dalam pikiran Sultan Mahmud II, bahwa gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bertujuan untuk memerdekakan jazirah Arab dan memisahkan diri dari kesultanan. Sultan pun merespons dan herupaya memberangus gerakan Syaikh, padahal seharusnya beliau meragukan nasihat dari kaum kuffar ini, lalu meneliti dan melakukan investigasi terhadap berita ini.[26]

Sesungguhnya Inggris dan Prancis mulai dari awal telah membenci gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, terlebih setelah pemerintah Alu (Keluarga) Su’ud beserta orang-orang Qowashim mampu melakukan serangan telak terhadap Armada Inggris pada tahun 1860 M sehingga perairan Teluk berada di bawah kekuasaannya.[27] Sesungguhnya asas-asas Islam yang murni menjadi fondasi dasar pemerintahan Su’ud pertama, dan tujuan utama didirikannya negara ini adalah untuk melawan kejahatan orang-orang asing di kawasan itu.[28]

Sungguh sangat “jauh panggang dari api” apabila dikatakan bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab adalah dakwah boneka atau antek-antek Inggris, padahal dengan menyebarnya dakwah yang diberkahi ini ke pelosok dunia lain, melahirkan para pejuang-pejuang Islam. Di India, Syaikh Ahmad Irfan dan para pengikutnya adalah gerakan yang pertama kali membongkar kebobrokan Mirza GhuIam Ahmad al-Qodiyani (pendiri gerakan Ahmadiyah) yang semua orang tahu bahwa Qodiyaniyah ini adalah kepanjangan tangan dari kolonial Inggris. Mereka juga memekikkan jihad memerangi kolonial Inggris saat itu di negeri mereka.[29] Di Indonesia, tercatat ada Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Nan Gapuk, dan selainnya yang memerangi bid’ah, khurofat, dan maksiat kaum adat sehingga meletuslah Perang Padri, dan mereka semua ini adalah para pejuang Islam yang memerangi kolonialisme Belanda.[30] Belum lagi di Mesir, Sudan, Afrika, dan belahan negeri lainnya, yang mereka semua adalah para pejuang Islam yang membenci kolonialisme kaum kuffar Eropa.”[31]

CIRI KHAS WAHABI CUKUR PLONTOS?
Pada hlm. 139-180 penulis membawakan judul hadits-hadits Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang salafy wahabi, di antaranya pada hlm. 164 penulis mengatakan ciri-ciri mereka adalah cukur plontos; sehingga pada hlm. 167 penulis mengatakan:

Ini adalah teks hadits yang sangat jelas tertuju kepada faham Muhammad bin Abdul Wahhab. Semasa hidupnya dahulu, dia telah memerintahkan setiap pengikutnya untuk mencukur habis rambut kepalanya sebelum mengikuti fahamnya.

Jawaban:
Tuduhan ini sangat mentah, tujuan di balik itu sangat jelas, yaitu melarikan manusia dari dakwah yang disebarkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Aduhai, alangkah beraninya penulis dalam memanipulasi hadits Rosululloh dan menafsirkannya sesuai dengan selera hawa nafsunya semata!! Seperti inikah cara Anda dalam beragumentasi wahai hamba Alloh?!!

Syaikh Abdulloh bin Muhammad bin Abdul Wahhab berkata tatkala membantah tuduhan bahwa ulama dakwah mengkafirkan orang yang tidak mencukur rambut kepalanya, “Sesungguhnya ini adalah kedustaan dan kebohongan tentang kami. Seorang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir tidak mungkin melakukan hal ini, sebab kekufuran dan kemurtadan tidaklah terealisasikan kecuali dengan mengingkari perkara-perkara agama yang ma’lum bi dhoruroh (diketahui oleh semua). Jenis-jenis kekufuran baik berupa ucapan maupun perbuatan adalah perkara yang maklum bagi para ahli ilmu. Tidak mencukur rambut kepala bukanlah termasuk di antaranya (kekufuran atau kemurtadan), bahkan kami pun tidak berpendapat bahwa mencukur rambut adalah sunnah, apalagi wajib, apalagi kufur keluar dari Islam bila ditinggalkan.”[32]

NEJED, TEMPAT KELUARNYA TANDUK SETAN
Pada hlm. 151-152 penulis membawakan hadits bahwa sumber fitnah berasal dari Nejed, dan dari Nejed muncul dua tanduk setan, sehingga pada hlm. 156 penulis menukil ucapan Sayyid Alwi al-Haddad bahwa sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah al-Kadzdzab dan Muhammad bin Abdul Wahhab.

Jawaban: [33]
Sebenarnya apa yang dilontarkan oleh saudara penulis di atas bukanlah suatu hal yang baru, melainkan hanyalah daur ulang dari para pendahulunya yang mempromosikan kebohongan ini, dari orang-orang yang hatinya disesatkan Alloh. Semuanya berkoar bahwa maksud “Nejed” dalam hadits-hadits di atas adalah Hijaz dan maksud fitnah yang terjadi adalah dakwahnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab!!!

Kebohongan ini sangat jelas sekali bagi orang yang dikaruniai hidayah ilmu dan diselamatkan dari hawa nafsu, ditinjau dari beberapa segi:

1. Hadits Itu Saling Menafsirkan
Bagi orang yang mau meneliti jalur-jalur hadits ini dan membandingkan lafazh-lafazhnya, niscaya tidak samar lagi bagi dia penafsiran yang benar tentang makna Nejed dalam hadits ini. Dalam lafazh yang dikeluarkan al-Imam ath-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir: 12/384 no. 13422 dari jalur Ismail bin Mas’ud dengan sanad hasan: Menceritakan kepada kami Ubaidulloh bin Abdillah bin Aun dari ayahnya dari Nafi’ dari lbnu Umar Radengan lafazh:

اللَّهُمَ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَامِنا، اللَّهُمَ بَارِكْ لَنَا فِيْ يَمَنِنَا، فَقَالَهَا مِرَارًا، فَلَمَّا كَانَ فِيْ الشَالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ، قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللَّهِ! وَفِيْ عِرَاقِنَا؟ قَالَ : إِنَّ بِهَا الزَّلاَزِلَ وَالْفِتَنَ وَبِهَا يَطْلَعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

“Ya Alloh berkahilah kami dalam Syam kami, ya Alloh berkahilah kami dalam Yaman kami.” Beliau mengulanginya beberapa kali, pada ketiga atau keempat kalinya, para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah! Dalam Irak kami?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya di sana terdapat kegoncangan dan fitnah dan di sana pula muncul tanduk setan.”

Syaikh Hakim Muhammad Asyrof menulis buku khusus mengenai hadits ini berjudul Akmal al-Bayan fl Syarhi Hadits Najd Qornu Syaithon. Dalam kitab ini beliau mengumpulkan riwayat¬riwayat hadits ini dan menyebutkan ucapan para ulama ahli hadits, ahli Bahasa, dan ahli geografi, yang pada akhirnya beliau membuat kesimpulan bahwa maksud Nejed dalam hadits ini adalah Irak. Berikut kami nukilkan sebagian ucapannya, “Maksud dari hadits-hadits di muka bahwa negeri-negeri yang terletak di timur kota Madinah Munawwaroh[34] ; adalah sumber fitnah dan kerusakan, markas kekufuran dan penyelewengan, pusat kebid’ahan dan kesesatan. Lihatlah di peta Arab dengan cermat, niscaya akan jelas bagi Anda bahwa negara yang terletak di timur Madinah adalah Irak saja, tepatnya kota Kufah, Bashrah, dan Baghdad.”[35]

Dalam tempat lainnya beliau mengatakan, “Ucapan para pensyarah hadits, ahli Bahasa, dan pakar geografi dapat dikatakan satu kata bahwa Nejed bukanlah nama suatu kota tertentu, namun setiap tanah yang lebih tinggi dari sekitarnya maka ia disebut Nejed.”[36]

2. Sejarah Dan Fakta
Sejarah dan fakta lapangan membuktikan kebenaran hadits Nabi ٍShallallahu ‘alaihi wa sallam di atas bahwa Irak adalah sumber fitnah[37] baik yang telah terjadi maupun yang belum terjadi, seperti keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, Perang Jamal, Perang Shiffin, fitnah Karbala, tragedi Tatar. Demikian pula munculnya kelompok-kelompok sesat seperti Khowarij yang muncul di kota Haruro’ (kota dekat Kufah), Rofidhoh (hingga sekarang masih kuat), Mu’tazilah, Jahmiyyah, dan Qodariyyah, awal munculnya mereka adalah di Irak sebagaimana dalam hadits pertama Shohih Muslim.

3. Antara Kota Dan Penghuninya
Anggaplah seandainya “Nejed” yang dimaksud oleh hadits di atas adalah Nejed Hijaz, tetap saja tidak mendukung keinginan mereka, sebab hadits tersebut hanya mengabarkan terjadinya fitnah di suatu tempat, tidak memvonis perorangan seperti Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Terjadinya fitnah di suatu tempat tidaklah mengharuskan tercelanya setiap orang yang bertempat tinggal di tempat tersebut.

Demikianlah -wahai saudaraku seiman- keterangan para ulama ahli hadits tentang hadits ini, maka cukuplah mereka sebagai sumber tepercaya!

PENUTUP
Demikianlah sekelumit yang dapat kami bahas tentang buku ini. Sebenarnya masih sangat banyak tuduhan-tuduhan dusta dan penyimpangan yang ada dalam buku ini, namun semoga apa yang sudah kami paparkan dapat mewakili lainnya.[38] Kesimpulannya, buku ini harus diwaspadai oleh setiap orang dan sebagai gantinya hendaklah membaca buku-buku yang bermanfaat. Wallohu A’lam

[Dicopy dari http://abiubaidah.com Dari Majalah Al-Furqon, Edisi 12, Tahun ke-12/Rojab 1432H. Diterbitkan Oleh Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon Al-Islami, Alamat : Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim (61153). Telp & Fax 0313940347, Redaksi 081231976449]
_______
Footnote
[1]. Lihat Syarh Aqidah Imam Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab hlm. 22-24, bahkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menegaskan dalam aqidah beliau tersebut, “Saya tidak menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat MakhlukNya karena tidak ada yang serupa denganNya.”
[2]. Thobaqot Hanabilah Kar. Al-Qodhi Ibnu Abi Ya’la : 1/283-284, Siyar A’lam Nubala’ Kar. Adz-Dzahabi: 3/3293, Manaqib Aimmah Arba’ah kar. Ibnu Abdil Hadi hlm. 121, I’tiqad Imam Syafi’i kar. Al-Hakkari hlm 21.
[3]. Mukhtashar Al-‘Uluw hal. 278-279
[4]. Syarah Ushul I’tiqad Ahli Sunnal Wal Jama’ah kar. Al-Lalikai 1/204, Dzammul Kalam kar. Al-Harowi: 4/390
[5]. Syarah ushul I’tiqad kar. Al-Lalikai: 937, Syarah Aqidah Ath-Thahawiyah kar. Ibnu Abi Izzi Al-Hanafi: 1/85
[6]. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad menulis sebuah kitab berjudul Al-Qaulus Sadid fir Roddi ‘ala Man Ankaro Taqsima Tauhid (Bantahan Bagus Terhadap Para Pengingkar Pembagian Tauhid) Dalam kitab tersebut, beliau menyebutkan dalil-dalil dan ucapan-ucapan ulama salaf yang menegaskan adanya pembagian tauhid ini dan membantah sebagian kalangan yang mengatakan bahwa pembagian tauhid ini termasuk perkara bid’ah.
[7]. Lihat At-Tahdzir min Mukhtashorot Ash-Shobuni fi Tafsir. Hlm 331 –Ar-Rudud- oleh Syaikh Bakr Abu Zaid dan Adhwaul Bayan kar. Imam Asy-Syinqithi: 3/488-493.
[8]. Lihat al-Mawahib ar-Rabbaniyyah min al-Ayat al-Qur’aniyyah kar. Syaikh Abdurrohman as-Sa’di him. 60.
[9]. Min Kunuz al-Qur’an al-Karim kar. Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad: 1/149
[10]. AI-Majmu’ fi Tarjamah Muhaddits Hammad al-Anshari: 2/531
[11]. HR. Muslim: 2699
[12]. Saya katakan “mayoritas” karena sebagian ulama mengatakan bahwa Syaikh Sulaiman tetap dalam permusuhannya, di antaranya adalah Syaikh Abdulloh al-Bassam dalam Ulama Nejed: 1/305 dan sepertinya Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad dalam Da’awi al Munawi’in hlm. 41-42 cenderung menguatkan pendapat ini.
[13]. Tarikh Nejed : 1/143
[14]. Unwan Majd hlm. 65
[15]. Dalam makalahnya “Sulaiman bin Abdul Wahhab Syaikh Muftaro ‘Alaihi” dimuat dalam Majalah Buhuts Islamiyyah, edisi 60/Tahun 1421 H
[16]. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlih Mazhlum hlm. 48-50
[17]. Al-Asinnah Al-Haddad hlm. 12-13
[18]. Lihat Majmu’ah Muallafat Syaikh: 5/25, 48, 100, 189 dan 3/11. Lihat buku khusus masalah ini berjudul Manhaj Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab fi Takfir – kata pengantar Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-‘Aql
[19]. Majmu’ah Muallafat Syaikh : 5/11, 12
[20]. Ibid. 5/36
[21]. Al-Hadiyyah As-Saniyyah hlm. 40
[22]. Al-Asinnah Al-Haddad fi ar-Raddi ‘ala Alwi Al-Haddad hlm. 56-57 secara ringkas
[23]. Iqtidho Siroth Mustaqim : 2/281
[24]. Al-Kafiyah Asy-Syafiyah no. 198
[25]. Lihat ad-Daulah al-Utsmaniyyah kar. Dr Jamal Abdul Hadi hlm. 94 sebagaimana dalam ad-Daulah al-Utsmaniyyah Awamilin wa Asbabis Suquth kar. Dr. Ali Muhammad Ash-Sholabi (terj. Bangkit dan Runtuhnya Daulah Khalifah Utsmaniyyah)
[26]. Ibid. hlm. 95
[27]. Ibid. hlm. 158
[28]. Ibid. hlm. 156
[29]. Lihat Al-A’lam Al-Arobi fi tarikh hadits dan Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wa Atsaruhu fi Alam Islami karya Dr. Shalih Al-‘Abud
[30]. Lihat Pusaka Indonesia Riwayat Hidup Orang-orang Besar Tanah Air oleh Tamar Djaja cet. VI, 1965, Penerbit Bulan Bintang Jakarta, hlm. 339 dst.
[31]. Dinukil dari tulisan Al-Ustadz Abu Salma berjudul “Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di Mata Para Peneyesat Ummat” yang dimuat dalam Majalah Adz-Dzakhiirah Edisi 17, Dzulqa’dah 1426 H.
[32]. Ad-Durar As-Saniyyah : 10/275-276 cet. kelima
[33]. Disadru dari kitab Al-Iroq Fi Ahadits Wa Atsar Al-Fitan oleh Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Al Salman cet. Maktabah Al-Furqon.
[34]. “Ungkapan yang populer di kalangan ahli sejarah dan ahli hadits adalah Madinah Nabawiyyah. Adapun menyebutnya dengan Munawwaroh, maka saya belum mengetahuinya kecuali dalam kitab-kitab orang belakangan.” Demikian dikatakan Syaikh Dr. Bakr bin Abdillah Abu Zaid dalam Juz fi Ziyaroh Nisa’ Lil Qubur hlm. 5.
[35]. Akmal Bayan hlm 16-17 tahqiq Abdul Qadir As-Sindi, cet. Pertama , Pakistan 1402 H, dari Da’awi al-Munawi’in hlm. 190-191
[36]. Ibid. hlm. 21
[37]. Oleh karenanya para ulama menjadikan hadit ini sebagai salah satu tanda-tanda kenabian Nabi Muhammad –shallallohu ‘alaihi wa sallam-. Lihat Umdatul Qori kar. Al-‘Aini 24/200 dan Silsilah Ash-Shohihah : 5/655, Takhrij Hadits Fadhoil Syam kar. Al-Albani hlm. 26-27
[38]. Bagi anda yang ingin mengetahui bantahan syubhat dan tuduhan secara lebih lengkap, silakan membaca kitab Da’awi al-Munawi’in ‘an Da’wati Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab kar. Dr. Abdul Aziz Abdul Lathif dan buku kami Meluruskan Sejarah Wahhabi cet. Pustaka Al-Furqon